Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia ingin bergabung dalam Trans Pasific Partnership agar investasi langsung asing, terutama di industri padat karya, tidak beralih ke negara berkembang Asia lain.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan jika tidak bergabung dengan TPP, Indonesia akan kalah bersaing denhan negara berkembang di Asia lainm seperti Malaysia, Vietnam, dan Singapura.
"Untuk pasar-pasar besar kita tidak akan mendaoat keistimewaan. Akhirnya bisa-bisa investasi untuk industri labour intensive [padat karya] akan beralih ke negara lain,"jelasnya, Rabu (28/10/2015).
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pernah menolak keikutsertaan Indonesia dalam TPP. Namun saat ini, pemerintahan Joko Widodo mengkaji kembali perlunya keanggotaan tersebut untuk menyeimbangkan persaingan di antara negara-negara Asia.
Sejumlah pihak memproyeksi Indonesia akan dirugikan jika bergabung dalam TPP karena hanya akan menjadi pasar, bukan produsen. Menanggapi hal itu, Kalla menilai saat inipun sudah banyak produk asing yang masuk ke pasar nasional. "Kalau tidak bergabung [TPP] akan makin sulit mengekspor ke banyak negara,"tuturnya.
Untuk itu, Kalla mengaku berupaya meningkatkan efisiensi produksi nasional agar dapat bersaing dengan produk negara tetangga.
Pemerintah sedang melakukan kajian mendalam terhadap skema TPP yang digagas oleh Amerika Serikat dan disepakati oleh 11 negara lainnya.
Sekretariat Kebinet Pramono Anung mengatakan dalam pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama di Gedung Putih, Presiden Joko Widodo mengungkapkan ketertarikan Indonesia bergabung dalam TPP.
Menurutnya, kajian tersebut akan melandasi waktu yang tepat bagi Indonesia untuk bergabung dalam TPP. Sebelumnya, pada 5 Oktober 2015, 12 negara telah menandatangani kemitraan TPP, yakni Amerika Serikat, Jepang, Australia, Brunei Darusalam, Kanada, Cile, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.