Bisnis.com, JAKARTA—Lesunya penjualan rumah tapak di Jabodetabek diperkirakan akan membaik menjelang akhir tahun. Pelaku usaha pun optimis pasar kembali meningkat mulai tahun depan.
Konsultan properti Cushman & Wakefield menyebutkan, melemahnya kondisi perekonomian nasional cukup memberikan pengaruh terhadap kondisi pasar perumahan. Selama semester I/2015, transaksi hunian tapak di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menurun, baik dari segi penyerapan unit maupun nilai penjualan secara keseluruhan.
Secara umum, rata-rata jumlah rumah yang terjual dalam setiap proyek per bulannya mencapai 28 unit atau lebih rendah 2 unit dibandingkan dengan angka di semester sebelumnya.
Penurunan yang cukup besar terlihat pada nilai penjualan selama periode evaluasi. Rata-rata angka penjualan melandai sebesar 25% atau mencapai Rp32 miliar per bulan untuk setiap proyek.
“Penyusutan ini tercatat sebagai penurunan terbesar dalam lima tahun terakhir,” ungkap riset seperti dikutip Bisnis.com, Selasa (27/10/2015).
Salah satu faktor yang membuat penjualan merosot ialah banyaknya pasokan rumah dengan harga yang relatif lebih murah. Tipe rumah yang paling diminati pasar berkisar dari harga Rp600 juta – Rp1,2 miliar, dengan luas bangunan sebesar 45 m2 - 120 m2 dan luas tanah sebesar 60 m2 - 115 m2.
Dari segi pasokan, jumlah suplai semester I/2015 naik 1,84% menjadi 6.178 unit dari 5.190 unit pada semester II/2014. Dalam kondisi perekonnomian yang belum stabil, pengembang cenderung memilih meluncurkan unit dengan ukuran kecil, tetapi dengan skala yang lebih besar.
Tangerang mendominasi jumlah suplai Jabodetabek, yakni 3.659 unit atau sebesar 59% dari total pasokan baru. Mayoritas hunian berada dalam segmen menengah dan menengah ke bawah.
Direktur Research and Advisory Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo mengatakan, sampai akhir tahun 2015 pasar diharapkan dapat membaik seiring dikeluarkannya relaksasi kebijakan loan to value.
Aturan tersebut menuliskan, rasio LTV maksimal untuk pembelian rumah pertama ialah 80%. Adapun hunian kedua dan ketiga masing-masing memiliki LTV paling besar 70% dan 60%.
“Relaksasi LTV menjadi angin segar bagi segmen end user (pemakai) di kelas menengah yang banyak membutuhkan rumah,” tuturnya.
Menurut Arief, kenaikan dapat terjadi karena karakter pembeli rumah tapak mayoritas merupakan pemakai yang membutuhkan tempat tinggal. Hal ini berbeda dengan konsumen apartemen yang masih didominasi oleh investor.
Direktur PT Modernland Realty Tbk. Andy Natanael menuturkan, periode 2015 memang menjadi titik terendah dalam sudut pandang siklus properti. Menurutnya, kenaikan pasar akan terjadi pada kuartal terakhir 2015 dan grafiknya mulai terlihat signifikan pada tahun depan.
Dia menyampaikan, adanya pertumbuhan dipicu oleh berbagai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo, seperti penyederhanaan perizinan pembangunan, relaksasi LTV, dan kepemilikan properti oleh warga negara asing (WNA).
Andy memprediksi, pada periode 2018-2019 sektor properti akan kembali mengalami kondisi tertinggi atau booming, yakni dimana tingkat permintaan pasar melebihi jumlah suplai. Alasannya, pembangunan infrastruktur perkotaan diperkirakan rampung sehingga memacu pergerakan roda perekonomian.
“Bila ekonomi membaik, pasar properti nasional juga naik kembali. Saya pikir 2016 tandanya [kenaikan] sudah ada, 2017 mulai naik signifikan, dan 2018-2019 akan menjadi booming atau titik tertingginya lagi,” ujarnya pada Bisnis di sela acara penandatanganan kerjasama antara BTN dan BPJS Ketenagakerjaan, Selasa (27/10).
Dalam proyek perseroan di Jakarta Timur, yakni Jakarta Garden City (JGC), Andy merasakan adanya perlambatan penyerapan sepanjang tiga kuartal pertama 2015 dibandingkan tahun lalu. Rata-rata Modernland hanya mampu menjual 1 unit – 2 unit setiap hari.
Walaupun begitu, perusahaan berkode emiten MDLN itu tetap memasang target omset dari JGC di tahun ini sebesar Rp3 triliun. Pada kuartal terakhir, pihaknya berencana meluncurkan kembali satu klaster rumah tapak.
Pengembangan kota mandiri JGC sendiri sudah dilakukan perusahan sejak 2005. Dari total lahan seluas 370 hektare, sekitar 30% sudah berdiri properti residensial dan komersial. Pengembangan JGC terdiri dari empat kawasan, yaitu Garden City, River Garden, Lake Garden, dan area komersial.
Saat ini, Modernland sudah merealisasikan pembangunan 2.400 unit rumah yang terbagi dalam 10 klaster. Harga per unit dibanderol mulai Rp1 miliaran. Dalam publikasi perusahaan, penjualan per semester I/2015 mencapai Rp681 miliar.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Perdana Gapura Prima Tbk. Rudy Margono mengatakan, awal 2016 pasar rumah tapak akan kembali membaik. Dia mengakui tahun ini hampir semua pengembang mengalami pelemahan penjualan.
Dari seluruh proyek perumahan perusahan, Bukit Cimanggu City di Bogor dengan luas lahan 185 hektare memberikan kontribusi terbaik. Menurutnya, penjualan sejak Januari hingga September mencapai Rp250 miliar. Menyesuaikan dengan kondisi pasar yang sedang bertumbuh, perseroan menyediakan hunian dengan harga Rp500 jutaan.
“Kami masih ada land bank 70 hektare yang akan dibangun secara bertahap,” ujarnya.