Bisnis.com, JAKARTA—Rancangan undang-undang (RUU) yang saat ini tengah digodok oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tentang ekonomi kreatif dinilai masih memiliki sejumlah kelemahan. Sejumlah aturan di dalamnya dianggap kurang mewakili keadaan dunia kreatif saat ini.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Muhammad Hawin mengatakan kelemahan RUU tersebut ada pada cakupan industri kreatif yang masih sempit dan juga adanya keharusan sertifikasi produk.
“Saya khawatir UU ini menghambat kreatifitas, karena ada keharusan bagi mereka untuk melakukan proses sertifikasi,” kata Hawin, dalam rilis yang diterima oleh Bisnis.
Mekipun keberadaaan RUU ini pada hakikatnya bertujuan memperbaiki pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia (HAKI). Namun menurut Hawin, pemerintah juga harus melihat bahwa cakupan bidang industri kreatif yang didisebutkan dalam RUU juga perlu diperluas..
Selain itu dia berharap pelaku ekonomi kreatif yang menghasilkan karya baru juga mendapat perlindungan. Sebab selama ini mekanisme perlindungan tersebut hanya berlaku pada para pelaku dan produsen dengan skala yang besar dan memiliki pembiayaan yang besar.
Sementara itu Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX mengharapkan RUU ini bisa menjadi payung hukum serta memberikan perlindungan bagi pelaku usaha ekonomi kreatif. Sebab, menurut Paku Alam selama ini para pelaku ekonomi kreatif belum memiliki payung hukum yang memadahi.
“Mereka selama ini hanya mengandalkan pada peraturan Instruksi Presiden No. 6 tahun 2009 tentang pengembangan ekonomi kreatif,” ujarnya