Bisnis.com, JAKARTA – Dua asosiasi pelaku usaha mebel berbeda sikap dalam memandang implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) mendukung SVLK diberlakukan penuh pada 2016. Sebaliknya, Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) menolak penerapan SVLK khusus untuk produk hilir.
Direktur Eksekutif Asmindo Lisman Sumardjani mengakui bila dua asosiasi tersebut tidak satu suara dalam memandang perlu tidaknya pemberlakukan SVLK. Padahal, kata dia, Asmindo dan Amkri masih memiliki pertalian erat karena memiliki anggota yang sama.
“Amkri memang pecahan dari Asmindo. Anggota kami anggota mereka juga,” ujarnya di Jakarta, Senin (12/10/2015).
Asmindo sendiri beranggotakan 3.000 pelaku usaha, sekitar 70% dari jumlah itu merupakan industri kecil dan menengah (IKM). Sementara Amkri mengklaim jumlah anggota yang hampir sama dengan Asmindo.
Lisman mengatakan Asmindo mendukung SVLK karena sertifikat itu membuka pasar ekspor yang lebih luas khususnya ke negara-negara anggota Uni Eropa. Menurut dia, dalam beberapa tahun ke depan, semakin banyak negara yang meminta produk industri kehutanan yang dilengkapi sertifikat legal.
“Cara pandang inilah yang membedakan kami. Kalau Amkri bicara hari ini, maka Asmindo berpikir jauh ke depan. Kami melihat tren global,” ujarnya.
Ketua Umum Amkri Rudi Halim pernah mengatakan pemberlakuan SVLK akan menghambat target ekspor sebesar US$5 miliar dalam lima tahun ke depan. Selama ini, pelaku harus mengelurkan ongkos tambahan untuk mengurus sertifikat.
"Ini akan menguntungkan pelaku industri di negara kkompetitor seperti China dan industri dari negara di kawasan Eropa," katanya (Bisnis.com, 5/10/2015).
Ongkos tambahan itu berkisar Rp40 juta-Rp80 juta. Dengan demikian, pelaku usaha akan menaikkan harga jual untuk menutup biaya tambahan itu.
"Kalau harga jual naik pembeli tidak akan mau menerima. Toh mereka tidak peduli soal SVLK itu.”
Kementerian Perdagangan sendiri berencana menghapus kewajiban SVLK untuk 15 klasifikasi produk-produk mebel (Harmonized System/HS Code). Hal itu tertuang dalam draf revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 66/2015.
Adapun, beleid yang akan diubah itu merupakan pengganti Permendag No. 12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan yang terbit pada 27 Agustus dan menghapus masa berlaku Deklarasi Ekspor (DE).
Permendag No. 12/2014 sebelumnya membolehkan pelaku Industri Kecil dan Menengah Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (IKM-ETPIK) menggunakan DE sebagai pengganti sementara dokumen V-Legal—sebagai bukti memiliki SVLK.
Namun, dalam calon beleid anyar DE dan bahkan SVLK tidak lagi wajib untuk 15 HS Code tersebut.