Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli membantah adanya proses perpanjangan kontrak dengan PT Freeport Indonesia.
"Perpanjangan itu belum dan tidak sah karena sesuai dengan peraturan pemerintah yang masih berlaku perpanjangan kontrak Freeport hanya bisa dilakukan dua tahun menjelang kontrak berakhir," ujar Rizal Ramli di Gedung KPK, Senin (12/10/2015).
Menurut menteri yang terkenal dengan istilah 'Rajawali Kepret' ini, perpanjangan kontrak baru bisa dilakukan pada 2019, mengingat kontrak berakhir pada 2021.
Rizal Ramli mengomentari jaminan kepastian perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia pasca-2021, yang diputuskan oleh Menteri ESDM dan direstui Presiden pekan lalu. Kepastian perpanjangan kontrak Freeport pasca-2021 tersebut diberikan dengan merevisi ketentuan yang memungkinkan perpanjangan sebelum 2019.
Rizal menambahkan, masih banyak hal yang belum bisa dipenuhi oleh Freeport Indonesia, yaitu pertama Freeport hanya membayar 1% royalti selama 1967-2014 sementara negara lain membayar sekitar 6-7%.
Sebelumnya pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sempat ada wacana untuk menaikkan bagi hasil menjadi 3,5%. Namun, pada saat itu belum disetujui.
Kedua, Freeport membuang limbah beracun yang membahayakan masyarakat di sekitar lokasi tambang tanpa diproses terlebih dahulu. Ketiga, Freeport dianggap tidak serius soal divestasi. Padahal, ada kewajiban pemegang kontrak karya harus punya program divestasi. Artinya, menjual sahamnya kepada pemerintah Indonesia atau anak perusahaan di Indonesia.
"Jadi kami lihat Freeport seenak-enaknya saja kalau ada menteri yang mengatakan sudah disetujui perpanjangan kontraknya, itu melawan hukum," tegas Rizal.