Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah tengah merumuskan insentif bagi pengusaha untuk menahan terjadinya pemutusan hubungan kerja di tengah gejolak ekonomi nasional.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah ingin selalu menyelaraskan antara kepentingan pengusaha dan buruh. Terlebih, dalam kondisi saat ini, pemerintah ingin perusahaan berkinerja baik agar tak terjadi PHK.
“Karena itu harus dirumuskan insentif yang diberikan kepada pengusaha agar kinerja baik,”tuturnya di Kantor Wakil Presiden, Selasa(22/9/2015).
Dia menegaskan, kegiatan ekonomi riil harus berjalan lancar. Untuk itu, pemerintah akan menyusun aturan perburuhan dan pengupahan untuk tahun depan agar bisa berjalan mulus.
Dua tahun berturut-turut sebelumnya, pemerintah memberi insentif penundaan pembayaran pajak kepada perusahaan yang tidak melakukan PHK.
November 2014, kebijakan diterbitkan seiring peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) yang menyebabkan kenaikan biaya produksi saat itu. Agustus 2013 lalu, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.124/2013 sebagai bagian dari paket kebijakan untuk menghadapi turbulensi ekonomi.
Beleid itu mengatur pengurangan cicilan pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh Pasal 29 bagi wajib pajak industri tertentu yang tidak melakukan PHK.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai kebijakan insentif tersebut tak efektif bagi pengusaha. Terbukti, selama kebijakan diterbitkan, hampir tak ada perusahaan yang mengajukan insentif tersebut.
Alasannya, perusahaan harus terbuka dengan data pajak yang dimilikinya dan itu bukan pilihan bagi mereka.
Menurut Bambang, salah satu solusi untuk mencegah terjadinya PHK ialah mengerahkan lembaga pemeirntah untuk menjaga modal kerja, terutama di level usaha kecil menengah (UKM).