Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUMAH IDAMAN: 13,5 Juta KK Masih Bermimpi

Mencari rumah idaman berbeda dengan mencari pasangan idaman. Kalau mencari jodoh perlu memerhatikan bibit, bebet, bobot, tetapi mencari hunian perlu mempertimbangkan lokasi, harga, dan spesifikasi.
Sejak April 2015, pemerintah telah memulai gong pembangunan satu juta rumah per tahun. /Bisnis.com
Sejak April 2015, pemerintah telah memulai gong pembangunan satu juta rumah per tahun. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Mencari rumah idaman berbeda dengan mencari pasangan idaman. Kalau mencari jodoh perlu memerhatikan bibit, bebet, bobot, tetapi mencari hunian perlu mempertimbangkan lokasi, harga, dan spesifikasi.

Hajah Dea Syafina (30) tampak masygul ketika membaca berita di sebuah portal daring. Judul berita yang dia baca kira-kira bertuliskan “1.300 Rumah di Maja Ludes Terjual.”

Maja, merupakan sebuah kawasan yang terletak di Kabupaten Lebak, Banten. Perlu waktu 90 menit dengan menumpang kereta listrik untuk tiba di sana dari Jakarta. “Yang jauh banget aja masih laku, ke mana lagi cari rumah terjangkau?” ujarnya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.

Dea, pekerja swasta yang berkantor di bilangan Kebayoran, memang tengah galau mencari rumah. Hunian yang diidamkannya adalah rumah tapak yang dekat dengan akses kereta listrik ulang-alik (komuter).

Namun, niat mandiri dengan tidak lagi tinggal di rumah orang tua terbentur masalah kocek. Dia kaget ketika mengetahui harga rumah kian membubung meski lokasi rumah yang ditawarkan pengembang masih di pinggiran Jakarta yang kurang strategis. Alhasil, kini dia lebih getol mencari rumah subsidi dengan menggapai impiannya; memiliki rumah sendiri.

Dea tak sendirian, data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menunjukkan ada 7,2 juta keluarga yang masih tinggal di rumah orang tua ataupun di “pondok mertua indah”.

Kementerian juga mencatat ada 6,4 juta keluarga yang masih tinggal di rumah sewa sehingga secara keseluruhan angka defisit hunian atau backlog mencapai 13,5 juta.

Kini, pemerintahan baru hasil Pemilihan Umum 2014 punya tekad baru yakni membangun sejuta rumah setiap tahun untuk mengurangi jumlah defisit hunian. Tentu, ini sebuah mimpi besar yang menuntut pekerjaan besar.

Dirjen Pengadaan Perumahan Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, hingga akhir tahun ini, pemerintah mengejar target pembangunan rumah sebanyak 271.823 unit. Jumlah ini terdiri dari tahap kedua sebesar 98.020 unit dan tahap ketiga sebanyak 173.803 unit.

Dia optimistis kendati gong pembangunan sejuta rumah baru dimulai April 2015, hingga Agustus 2015 realisasi telah mencapai 472.495 unit, lebih tinggi dari rata-rata pasokan hunian saban tahun. “Penyerapan pasti bagus, konsumen beli, developer bangun [hunian],” tukasnya.

Sejak April 2015, pemerintah telah memulai gong pembangunan satu juta rumah per tahun. Jumlah ini terbagi 603.516 untuk hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sisanya merupakan hunian komersial. Tahun depan, pemerintah bahkan ingin meningkatkan jumlah hunian untuk MBR menjadi 700.000 unit.

Berdasarkan data Kementerian PUPR, biaya pembangunan rumah tahap kedua mencapai Rp8,1 triliun dan berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Dari jumlah ini, sebanyak 80.028 unit dalam proses tender pembangunan, sisanya tengah dibangun. Sementara itu, untuk tahap ketiga, baru 1.730 unit yang masuk tahap pembangunan.

PROBLEM HULU

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda pesimistis dengan target yang diusung pemerintah. Namun, dia mengapresiasi semangat pemerintah untuk membangun sejuta hunian setiap tahun.

Ali menjelaskan problem hulu di industri perumahan juga perlu dituntaskan. Dia mendesak pemerintah mendirikan badan layanan umum yang berfungsi sebagai bank tanah. Lembaga ini, menurutnya, sangat dibutuhkan sebagai pengendali harga lahan. “Pemerintah harus intervensi, enggak bisa lahan diserahkaan ke pasar,” ujarnya.

Menurut Ali, mekanisme pasar membuat harga lahan menjadi mahal sehingga biaya produksi hunian sulit ditekan. Alhasil, pasokan rumah murah sulit untuk digenjot. Ali menekankan, selama tidak ada bank tanah, permasalahan pasokan rumah murah akan tetap terhambat.

Direktur Utama Perum Perumnas Himawan Arief Sugoto menilai permasalahan pasokan mulai perlu diperhatikan untuk menunjang program sejuta rumah. “Perlu intervensi pemerintah di supply side, antara lain harga [lahan distabilisasi].”

Ada tiga persoalan besar di sisi pasokan yakni, lahan, infrastruktur, dan perizinan. Lahan dan infastruktur merupakan dua hal yang saling menempel. Tanpa infrastuktur, cadangan lahan tidak akan bisa dikembangkan. Masalah lahan dan infrastruktur juga melekat dengan perizinan.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan & Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi Munas Pontianak) Eddy Ganefo mengeluhkan proses perizinan yang lambat yang membuat biaya konstruksi menjadi mahal 5% dari semestinya.

Dia meminta pemerintah untuk menyederhanakan perizinan, terutama untuk pembangunan rumah murah. Menurutnya, penyederhaan tahap perizinan perumahan akan memang kas biaya produksi hingga 20%.

Ditjen Administrasi Wilayah Kementerian Dalam Negeri telah menyiapkan beleid penyederhanaan tahapan perizinan untuk pembangunan rumah murah.

Direktur Jenderal Administrasi Wilayah Kemendagri Agung Mulyana mengatakan bahwa beleid tersebut tinggal menunggu instruksi Presiden. “Kami pangkas menjadi delapan [tahap], kami memang akan sikat [aturan yang menghambat].”

Agung mencontohkan di tingkat pemda, tahapan perizinan bisa mencapai 44 tahap. Dia berharap penyerdahanaan ini bisa membuat program sejuta rumah berjalan sesuai dengan target karena memang patut diakui, perizinan menjadi soal krusial di sisi pasokan.

Dengan mengurai persoalan pasokan, ibaratnya juga memperbaiki bibit. Dengan bibit yang baik, bebet (lingkungan) rumah, dan bobot (kualitas) rumah, mudah-mudah bisa menjadi unggul dan terjangkau bagi masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rivki Maulana
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Senin (14/9/2015)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper