Bisnis.com, SURABAYA -Pertamina Lubricants, anak usaha PT Pertamina (Persero), mengaku mulai merasakan dampak negatif pelemahan rupiah terhadap kegiatan usaha mereka di dalam negeri menyusul membengkaknya harga bahan baku yang dibeli berdasarkan fluktuasi dolar AS.
Direktur Sales & Marketing Pertamina Lubricants Andria Nusa mengatakan kinerja industri pelumas domestik menjadi kian berat saat ini lantaran bahan baku pelumas berupa based oil menjadi sangat mahal karena harganya mengacu pada kurs dolar yang berlaku.
"Tak ada sistem hedging untuk kurs sehingga Pertamina tetap mengikuti nilai yang berlaku di pasar. Ini sangat memberatkan tetapi kami tak berencana menaikkan harga jual kepada konsumen," tuturnya di pabrik pelumas Pertamina, Gresik, Jumat (11/9/2015).
Menurutnya, menaikkan harga ke konsumen bukanlah pilihan yang bagus di tengah daya beli pasar domestik yang tergerus. Namun, Pertamina juga dihadapkan pada dilema internal karena biaya produksi pelumas ikut membengkak.
Dengan demikian, dia memberikan sinyalemen bahwa bila situasi ekonomi domestik tak kunjung membaik, ada kemungkinan pihaknya akan mengkaji strategi alternatif demi kelangsungan usaha. "Jadi, untuk sementara masih pakai harga yang biasa," katanya.
Di tengah kondisi saat ini, lanjutnya, Pertamina lebih memilih tetap berfokus pada empat pilar yang diharapkan dapat menunjang pertumbuhan bisnis pelumasnya.
Keempatnya yaitu komitmen tinggi dalam menjaga kualitas produk seiring dengan tuntutan konsumen, perbaikan terus-menerus terhadap pelayanan kepada konsumen, efisiensi biaya untuk meningkatkan daya saing melalui manajemen rantai distribusi yang excellence dan keamanan pasokan.
Dia mengklaim saat ini Pertamina masih menguasai sekitar 60% pangsa pasar pelumas domestik dari total kebutuhan sekitar 700 juta-750 juta liternper tahun. Selain itu, Pertamina Lubricants juga telah melebarkan pangsa pasar dengan merambah ke 24 negara tujuan ekspor di lima benua.