Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Cukai Rokok, Pemerintah Diminta Perhatikan Kemampuan Industri

Pelaku industri rokok meminta pemerintah mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan atas kebijakan penaikan target cukai rokok sebesar 23% karena dianggap berpotensi mematikan industri.
Kenaikan cukai rokok setiap tahun untuk menggenjot sumber penerimaan negara justru selalu berimbas pada penurunan produksi dan kenaikan harga rokok./Bisnis.com
Kenaikan cukai rokok setiap tahun untuk menggenjot sumber penerimaan negara justru selalu berimbas pada penurunan produksi dan kenaikan harga rokok./Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri rokok meminta pemerintah mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan atas kebijakan penaikan target cukai rokok sebesar 23% karena dianggap berpotensi mematikan industri.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti mengatakan kenaikan tarif cukai rokok sangat ekseksif dibandingkan kenaikan tahun-tahun sebelumnya yang berada di kisaran 7%-9%. Ia meminta pemerintah memperhatikan kemampuan industri serta dampak terhadap nasib tenaga kerja.

"Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir saja, ratusan perusahaan rokok gulung tikar dan telah terjadi PHK besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan kecil maupun besar. Ini harus diperhatikan oleh pemerintah," kata Moefti dalam siaran pers, Kamis (3/9/2015).

Menurutnya, selama ini pemerintah menjadikan cukai sebagai sumber penerimaan cadangan ketika penerimaan lain gagal mencapai target mengingat cukai selalu berhasil membukukan target penerimaan. Dari total penerimaan cukai, industri tembakau menyumbang 95% atau sekitar 9,5% penerimaan pajak negara.

Akibat kebijakan itu, 4 tahun terakhir jumlah pabrikan rokok mengalami penurunan drastis. Pada 2010 masih terdapat 1994 pabrikan tembakau, namun pada 2014 hanya tersisa 995 pabrikan tembakau saja. Bahkan 2014 diperkirakan terjadi PHK terhadap lebih dari 20.000 pekerja industri rokok.

Kondisi itu semakin memburuk di tahun ini disaat gelombang perlambatan ekonomi global ikut-ikutan menerjang dalam negeri. Produksi rokok tahun 2015 mengalami penurunan 2% dibandingkan tahun lalu yang bisa mencapai 344 miliar batang.

Sebelumnya Ekonom Universitas Airlangga Bambang Eko Afianto meminta pemerintah tidak tergesa-gesa menaikkan target cukai rokok di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang sulit. Bila cukai terlalu tinggi belum tentu dapat mencapai target penerimaan APBN.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo yang menganggap pemerintah tidak mempertimbangkan bahwa kenaikan cukai rokok setiap tahun untuk menggenjot sumber penerimaan negara justru selalu berimbas pada penurunan produksi dan kenaikan harga rokok.

Selain itu tingginya harga rokok disertai tingginya demand dapat memunculkan rokok illegal. Hal ini dianggap justru merugikan pemerintah karena mematikan pabrik-pabrik resmi rokok dan menghidupkan pabrik illegal yang sulit dikontrol oleh pemerintah.

“Kalau cukai itu tinggi, rokok-rokok ilegal itu justru banyak bermunculan. Negara jadi tidak dapat apa-apa tapi perokok tetap saja banyak. Negara justru malah rugi,” tutur Budidoyo.

Ia melanjutkan kebutuhan masyarakat yang tinggi dan kemampuan finansial yang rendah akan mendorong mereka untuk membeli rokok illegal. “Orang kalau tidak cukup finansialnya, ya akhirnya beli rokok yang murah,” jelasnya.

Menteri Perindustrian Saleh Husin telah meminta Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro untuk mengkaji ulang target penerimaan cukai pada 2016.

“Walaupun ekonomi global dan dalam negeri sedang melemah, namun bagaimana industri dalam negeri tetap tumbuh termasuk industri rokok," kata Saleh di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (20/8/2015).

Menperin mengatakan akan duduk bersama dengan Menkeu untuk mencari solusi terbaik agar keberlangsungan industri rokok di Indonesia tetap terjaga. []

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhirul Anwar
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper