Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan nilai tukar rupiah belum mampu menutupi penurunan pendapatan pelaku industri kelapa sawit akibat anjloknya harga minyak sawit mentah (CPO).
Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART) Agus Purnomo mengatakan ekspor CPO dengan mata uang dolar Amerika Serikat semestinya dapat mengerek pendapatan perusahaan. Sayangnya, pada saat yang sama terjadi penurunan permintaan global yang membuat harga CPO anjlok.
“Dampak rupiah melemah itu tidak besar. Yang membuat kami babak belur adalah penurunan permintaan yang drop-nya jauh lebih besar,” ujarnya usai sebuah acara diskusi di Jakarta, Senin (24/8/2015).
Agus memaparkan harga CPO turun drastis, yang berkisar US$700–US$800 per ton di awal tahun, tetapi kini hanya berbanderol di bawah US$500. Sementara dalam waktu yang sama pelemahan rupiah terhadap dollar kurang dari Rp1.000 dan saat ini berada di posisi Rp14.000 per dolar AS.
“Jadi bayangkan, kalau CPO turun sampai 30% sedangkan rupiah melemah kurang 10% saja. Jadi tantangan kami di situ,” ujarnya.
Situasi ini, kata Agus, bisa terurai bila ekspor CPO Indonesia dikurangi dan dialihkan untuk pemakaian dalam negeri. Oleh karena itu, SMART mendukung kebijakan pungutan ekspor kelapa sawit atau CPO Fund guna menggenjot hilirisasi dan biodiesel.
“Kami sendiri baru punya pabrik biodiesel tahun depan. Begitu ada pembelian dari Pertamina maka harga bisa naik. Tapi pembelian kan belum berlangsung,” ujarnya.
SMART mengelola 49 perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dan Sumatera dengan luas area tanam 139.100 hektare (ha). Selama 2014, anak usaha Sinar Mas itu memanen 3 juta ton tandan buah segar (TBS) dan memproduksi 752.000 ton CPO. []