Bisnis.com, HO CHI MINH--Produktivitas jagung Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara kawasan. Padahal, Indonesia memiliki lahan lebih luas di antara negara lainnya.
Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture), pada saat ini produktivitas tanaman jagung di Indonesia hanya mencapai 4,1 ton per hektare.
Indonesia kalah dibandingkan dengan Thailand 4,3 ton/ha, Vietnam 4,4 ton/ha, dan China 5,2 ton/ha. Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan Filipina 2,8 ton/ha.
Amerika merupakan negara pemimpin produktivitas tanaman jagung dunia yang mencapai 9,5 ton/ha. Kemudian diikuti oleh Argentina 7,5 ton/ha dan negara yang tergabung dalam Uni Eropa rata-rata 6,2 ton/ha.
Padahal Indonesia memiliki lahan lebih luas, yakni 3,1 juta hektare, dibandingkan dengan Thailand 1 juta hektare, Vietnam 1,2 juta hektare, dan Filipina 2,6 juta hektare. China dan India merupakan pemilik lahan terluas di Asia Pasific yang masing-masing mencapai 36 juta hektare dan 9,4 juta hektare.
Head of Asia Pasific Corn Syngenta Hardeep Grewal mengungkapkan masalah penggunaan teknologi dan pemilihan benih masih menjadi kendala peningkatan produktivitas jagung di negara kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
"Jadi kuncinya harus mendorong penggunaan teknologi dan benih unggul untuk memacu produksi jagung. Edukasi bagi petani juga sangat penting untuk dilakukan," ujarnya dalam Syngenta Media Workshop 2015 di Ho Chi Minh, Jumat (20/8/2015).
Menurutnya, produktivitas jagung di negara kawasan Asia Pasifik tidak sebanding dengan konsumsi. Hal itu, sambungnya, terlihat dalam satu dekade terkahir produktivitas tumbuh 38% dari rata-rata 3,7 ton/ha menjadi 5,1 ton/ha.
Sedangkan konsumsi melonjak 77% yang terdorong oleh kebutuhan biofuel, sehingga konsumsi saat ini terdiri dari makanan ternak 60%, makanan manusia 30%, dan biofuel 10%.
Namun, untungnya konsumsi dengan produksi masih terpenuhi dengan rasio konsumsi 23 juta ton dan produksi 26 juta ton.
Grewal melihat kebutuhan jagung di negara Asia Pasifik akan meningkat terutama untuk makanan hewan. Oleh sebab itu, lanjutnya, dibutuhkan lompatan jauh ke depan agar produksi meningkat.
Dia mencontohkan penetrasi jagung hibrida di Indonesia dan India menentukan harga di pasar, karena produktivitasnya perlu ditingkatkan. "Ini keuntungan besar untuk menggunakan produk benih GM [ genetically modified] jagung," ujarnya.
GM adalah rekayasa genetika terhadap benih jagung dengan disuntikan senyawa antihama dan antigulma, sehingga meningkatkan produktivitas jagung tanpa diganggu hama.
Saat ini, Vietnam dan Filipina sudah mulai melakukan penanaman jagung GM. Vietnam mulai menanam jagung GM pada tahun ini, sedangkan Filipina sudah lebih dulu. Produktivitas jagung diproyeksi bakal naik sekitar 10 ton-12 ton.
Midzon Johannis, Head of Solution Development Asean untuk Indonesia, mengutarakan jagung GM saat ini masih dalam tahap uji lab di Kementerian Pertanian.
Menurutnya, susulan untuk pengembangan jagung GM sudah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, tetapi masih menemui kendala uji lab. "Uji lingkungan sudah lolos, uji manusia sudah, tinggal uji makanan hewan," terangnya.