Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyusunan Tata Ruang Perlu Libatkan Warga

Sejumlah pihak meminta pemerintah melibatkan masyarakat dan lembaga masyarakat sipil dalam implementasi kebijakan satu peta (One Map Policy ) tata ruang nasional agar kebijakan tersebut lebih efektif menyelesaikan konflik agraria.

Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah pihak meminta pemerintah melibatkan masyarakat dan lembaga masyarakat sipil dalam implementasi kebijakan satu peta (One Map Policy ) tata ruang nasional agar kebijakan tersebut lebih efektif menyelesaikan konflik agraria.

Kepala Divisi Advokasi Jaringan Kerja Pemetaan Partsipatif (JKPP) Imam Hanafi mengatakan selama ini banyak ditemukan peta tata ruang dari berbagai instansi pemerintah yang saling tumpang tindih. Di lain pihak, peta-peta tersebut tidak terintegrasi dengan peta-peta partisipatif dari kalangan masyarakat, khususnya warga adat.

Padahal, menurutnya masyarakat atau komunitas mempunya klaim atas ruang hidup dan sumber-sumber penghidupannya berdasarkan sejarah atau asal-usulnya. Peta yang dibuat pemerintah kerap kali mengabaikan hal ini. Untuk itulah dia mendorong terbentuknya satu peta holistik yang  mewadahi kepentingan seluruh pihak dan dapat dijadikan acuan bersama.

“Kalau yang kita inginkan silakan semua orang yang punya kepentingan membuat petanya masing-masing, tapi kemudian mari kita kumpulkan untuk kita verifikasi. Verifikasi itu bagaimana pembuktian tanahnya, bagaimana fungi dan pemanfaatannya. Proses itu yang kita inginkan,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Mewujudkan One Map Versi Bersama, Kamis (20/8).

Manurutnya, peta partisipatif yang dibuat masyarakat merupakan unsur penting dalam kerangka One Map sebagai alat verifikasi bagi validitas data pemerintah, penyelesaian konflik dan tumpang tindih lahan, serta harmonisasi dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.

Data yang dia himpun sejak 1996  ini mencatat ada lebih dari 5,6 juta hektare lahan masyarakat adat yang berkonflik dengan kepentingan pemerintah maupun pelaku usaha. Jumlah tersebut akan terus bertambah seiring dengan pemetaaan partisipatif yang hingga kini masih dia lakukan.

Imam mengatakan, jika peta partisipatif dan keterlibatan masyarakat tidak diakomodasi, maka One Map yang dihasilkan tidak akan efektif karena terus mengabaikan masyarakat yang selama ini menjadi korban konflik agraria. Sementara itu, kenyataannya selama ini belum ada kementerian atau lembaga yang bertanggung jawab untuk membuat peta partisipatif ini.

Direktur Pengembangan Kebijakan Samdhana Institute Martua Sirait mengatakan selama ini berbagai kalangan masyarakat berupaya untuk memberikan peta partisipatif, namun tidak mendapat tempat dari kalangan pemerintahan.

Di sisi lain, masing-masing kementerian dan lembaga terkait membuat peta yang tidak jarang sulit dipertanggungjawabkan keadsahan datanya. Hal tersebut menjadi biang penyebab tumpang tindihnya tata guna lahan.

Menurutnya, Badan Informasi Geospasial yang sejatinya ditugaskan untuk mengumpulkan peta-peta tersebut juga kesulitan karena banyak kementerian dan lembaga yang tidak memberikan peta-peta tersebut. Hal tersebut menjadikan visi kebijakan peta tunggal atau One Map Policy menjadi terhambat realisasinya.

“One Map yang sekarang baru sampai pada perizinan yang sudah diatur. Tetapi hak-hak masyarakat, hak guna usaha, mana yang tanah negara dan mana  yang tanah milik pribadi belum masuk dalam One Map ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Deandra Syarizka

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper