Bisnis.com, JAKARTA - Parlemen mendesak pemerintah untuk mengoreksi asumsi pertumbuhan dan nilai tukar dalam Rancangan APBN 2016 karena tidak sesuai dengan kondisi terkini dan dinilai terlalu optimistik.Pemerintah merespons positif usulan tersebut.
Dalam Sidang Paripurna, Kamis (20/8/2015), tentang pandangan umum fraksi-fraksi atas R-APBN dan Nota Keuangan 2016 yang dibacakan oleh Presiden RI akhir pekan lalu, seluruh partai meminta pemerintah memeriksa kembali kedua asumsi kunci tersebut.
Tercatat empat fraksi yakni Gerindra, PAN, PKS dan PKB menilai target pertumbuhan sebesar 5,5% dan kurs rupiah Rp13.400 per dolar AS sangat sulit dicapai. Keempat fraksi tersebut bersama-sama menyoroti situasi
global yang tidak mendukung sasaran tersebut.
Adapun, fraksi-fraksi lainnya mengungkapkan secara umum pencapaian target itu akan berhadapan dengan lambatnya penyerapan belanja pemerintah seperti yang terjadi pada tahun ini.
Laila Istiana, Juru Bicara Fraksi PAN, menyatakan pemerintah semestinya mematok asumsu pertumbuhan yang realistis, yaitu di kisaran 5,2%. Dia menuturkan untuk tahun depan pemerintah harus mengamankan
sektor pertanian, pertambangan dan pengolahan.
"Sektor-sektor tersebut untuk mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Kami melihat pemerintah perlu mengeluarkan berbagai strategi fiskal, khususnya untuk penguatan dan kesinambungan fiskal,
serta guna menjaga risiko," katanya.
Rachel Maryam, anggota Fraksi Partai Gerindra, menuturkan patokan kurs Rp13.400 per dolar AS nyaris mustahil terealisasi karena berhadapan dengan tiga risiko sekaligus, yakni perbaikan AS yang memicu
normalisasi moneter The Federal Reserve, perlambatan China dan stabilisasi ekonomi Jepang dan Eropa.
Untuk itu, tuturnya, Rachel menyampaikan Gerindra meminta pemerintah untuk mempertajam kajian mengenai dampak depresiasi per Rp100 terhadap beban utang dan asumsi-asumsi makro yang lain. "Karena itu akan
menyedot uang rakyat," tuturnya.
Sementara itu, PDIP, fraksi penyokong utama pemerintah, menyebutkan pemerintah harus bekerja keras untuk mencapai target tersebut.
Seusai paripurna, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan dalam penentuan angka asumsi pertumbuhan itu, pemerintah berpegang pada World Economic Outlook (WEO) terbaru yang dilansir oleh IMF.
Menurutnya, IMF masih memandang prospek perekonomian pada 2016 lebih baik ketimbang tahun ini. "Tapi, pemerintah tidak keberatan kalau misalkan asumsi-asumsi itu harus direvisi. Ya tapi nanti kita lihat
perkembangan terakhir," lanjutnya.
Dari sisi nilai tukar, dia mengakui rupiah kesulitan untuk menguat karena mayoritas mata uang lain melemah. Sehingga, katanya, kalau rupiah menjadi terlalu kuat sendirian, daya saing produk ekspor dari
industri nasional akan tergerus.
Menkeu mengemukakan pelemahan yang terjadi sepekan belakangan bukandisebabkan oleh aspek fundamental. "Tapi ya sekarang memang sangat undervalued dan itu harus diupayakan lebih diperkuat ya. Keseimbangan global terganggu gara-gara devaluasi yuan."