Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan industri alas kaki pesimistis pertumbuhan ekspor bisa mencapai 15% dibandingkan dengan realisasi 2014 senilai US$4,11 miliar seiring dengan capaian ekspor Januari – Juli yang hanya bertumbuh 11,16%.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan harapan awal tahun untuk pertumbuhan ekspor mencapai 15% harus diredam. Bahkan, capaian kinerja tahun ini menyamai realisasi 2014, sudah dianggap baik.
“Kalau pertumbuhan ekspornya hanya single digit itu tidak signifikan. Karena awal tahun kami targetnya pertumbuhannya mencapai 15%,” tuturnya kepada Bisnis, Selasa (18/8).
Kinerja ekspor Januari - Juli 2015 mencapai US$2,62 miliar atau bertumbuh 11,16% dibandingkan dengan kinerja periode yang sama tahun lalu. Melejitnya pertumbuhan harus tertahan, karena perlambatan kinerja ekspor Juli yang hanya tercatat US$290,4 juta atau merosot 30,87% dari kinerja bulan sebelumnya.
Surplus perdagangan produk alas kaki mencapai US$3,7 miliar. Sayangnya, pemenuhan pangsa pasar dunia industri alas kakiIndonesia baru mencapai 3%. Hingga saat ini, tujuan ekspor utama produk alas kaki Indonesia diantaranya ke Amerika Serikat, Belgia, Jerman, Inggris dan Jepang.
Selain masalah ketidakpastian ekenomi global, kondisi internal semakin menyusutkan kinerja ekspor alas kaki nasional. Eddy mengatakan jika pemerintah bisa memastikan formulasi regulasi terkait upah buruh, peningkatan kinerja dapat lebih terdorong.
“Beruntung di tengah lemahnya kinerja padat karya, alas kaki dapat tertahan. Pemerintah harusnya jeli melihat potensi relokasi pabrik dari China akibat situasi perburuhan dan perlambatan manufaktur di sana,” katanya.
Data Kementerian Perindustrian menyebutkan, investasi industri alas kaki cenderung naik setiap tahunnya, dimana kenaikan rata-rata pada 2011 - 2013 sebesar 4,74%. Pada 2013, investasi industri alas kaki mencapai Rp10,7 triliun atau naik sekitar 1,25% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sementara sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 643.000 orang.
Aprisindo mengkritik kategorisasi industri alas kaki nasional yang dianggap hanya sebagai tukang jahit semata. Padahal, menurutnya, kepercayaan yang diberikan oleh brand besar dunia, bukti bahwa produksi nasional berkualitas.
“Untuk memproduksi merek lokal, kita harus menghadirkan outlet dan sarana pemasaran yang memadai, biayanya akan sangat besar. Lagipula, kepercayaan yang diberikan Adidas, Nike dan merek lainnya, menjadi bukti bahwa hasil kerja kita itu berkualitas,” tambahnya.