Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebagaimana tecermin dalam Pidato Pengantar Nota Keuangan Presiden Jokowi dinilai masih menghadapi problem serius.
Andreas Eddy Susetyo, anggota Komisi XI dari FDPI Perjuangan, mengatakan kerentanan di bidang pangan baik aspek persediaan maupun lonjakan harga, pelemahan rupiah terhadap dolar AS, dan merosotnya harga minyah dunia itu menjadi isu krusial.
“Devaluasi yuan telah menambah ketidakpastian ekonomi global sehingga menambah kekhawatiran perekonomian dunia, yang jika berlanjut berpotensi menimbulkan krisis lebih parah,” kata Andreas dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com, Senin (17/8/2015).
Di bidang pangan, Indonesia sangat rentan terhadap permainan para spekulan dan mafia sehingga lonjakan harga berbagai komoditas seperti cabai, beras, daging dan bahan pangan lain seolah menjadi tradisi yang tak terselesaikan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya fenomena alam berupa Elnino di mana Indonesia adalah salah satu negara yang terkena dampaknya. Sebagaimana yang terjadi pada 1997 (setahun sebelum krisis ekonomi 1998), Elnino akan mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian seperti padi, yang merupakan sumber utama pangan nasional.
“Pemerintah harus menyiapkan kebijakan strategis yang bersifat antisipasif dari sekarang agar krisis seperti tahun 1998 tidak terjadi,” kata Andreas.
Pemerintah juga harus menyiapkan instrumen yang tegas dan ketat untuk menjaga stabilitas harga pangan, tidak cukup hanya melalui dana cadangan tetapi juga penguatan lembaga otoritas pangan melalui revitalisasi Bulog.
Pembenahan tata niaga dan distribusi serta persediaan dalam rangka stabilitas harga pangan adalah hal yang sudah tidak bisa ditunda lagi. Berbagai aksi itu harus dilakukan apabila Pemerintah serius menurunkan target tingkat inflasi pada 2016.