Bisnis.com,JAKARTA--Industri grafika dalam negeri menilai ekspor kertas yang dilakukan produsen lokal telah menguatkan daya saing industri grafika negara tetangga. Hal itu tercermin dari ekspor barang cetakan Indonesia yang hanya sekitar US$200 juta.
Jimmy Juneanto, Presiden Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia, mengatakan ekspor barang cetakan Indonesia pada tahun lalu kalah jauh dari Singapura yang mencapai US$1,66 miliar, Thailand US$1,6 miliar, dan Malaysia senilai US$330 juta.
Sebagai salah satu produsen kertas terbesar dunia, seharusnya Indonesia lebih unggul dari Singapura yang tidak punya pabrik kertas. Namun, karena jarak pabrik kertas Indonesia lebih dekat ke Singapura ketimbang ke Pulau Jawa, harga jual menjadi lebih murah, ujarnya kepadaBisnis, Jumat (10/8/2015).
Produksi pabrik kertas nasional saat ini mencapai 12,9 juta ton per tahun, di mana empat juta ton di antaranya untuk memenuhi permintaan ekspor. Menurutnya, untuk memperkuat daya saing industri grafika nasional, pemerintah perlu memperketat ekspor produk kertas dengan nilai tambah rendah.
Potensi ekspor produk cetakan Indonesia, ujarnya, masih sangat besar. Kendati teknologi percetakan yang digunakan belum secanggih Thailand, namun, produsen dalam negeri terus meningkatkan penggunaan teknologi sehingga bersaing ketat dengan Singapura, Malaysia dan Vietnam.
Kendati demikian, secara umum kondisi industri grafika nasional saat ini cukup stabil. Ekonomi global yang tengah lesu tidak berdampak signifikan pada kinerja sektor. Karena, selama ini kinerja industri grafika digerakkan oleh konsumsi masyarakat dan pemerintah.
Kinerja konsumsi kertas pada kuartal I/2015 masih mencapai 2,7 juta ton dan kuartal kedua diperkirakan berada pada rentang yang sama. Dengan demikian, kinerja industri grafika dalam negeri secara tahunan masih dapat menyerap kertas di atas10 juta ton.
Optimisme kinerja yang positif juga didorong oleh depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang tidak berdampak pada peningkatan ongkos produksi. Pasalnya, kelesuan ekonomi global yang menyebabkan permintaan kertas menurun telah menjaga harga kertas internasional stabil.
Yang mengalami tekanan adalah industri kertas. Saat ini pasokan yang berlimpah di produsen kertas dalam negeri disiasati dengan berbagai cara agar produk dapat diserap pasar, salah satunya tidak menaikkan harga di saat depresiasi rupiah, katanya.
Secara umum, lanjutnya, laju pertumbuhan industri ini berjalan linier dengan ekonomi nasional. Tekanan kinerja pada satu bulan terakhir lebih diakibatkan masa pembatasan truk angkutan barang yang diberlakukan tujuh hari sebelum dan sesudah lebaran oleh pemerintah.
Kondisi saat ini, lanjutnya, industri grafika dalam negeri menilai pemerintah kurang memberikan perhatian dan pembinaan kepada pelaku usaha. Dia membandingkan, kendati ekspor produk cetakan Korea Selatan pada tahun lalu hanya sekitar US$280 juta, pemerintah memberikan dana pengembangan sebesar US$2 juta.