Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komoditas Impor Kian Mahal, Produk Petani Lokal Malah Tak Dilirik

Mahalnya berbagai produk pertanian impor akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika tidak berdampak positif terhadap petani lokal.
Petani/Antara
Petani/Antara

Bisnis.com, BANDUNG - Mahalnya berbagai produk pertanian impor akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak berdampak positif terhadap petani lokal.

Anggota Komisi II DPRD Jabar Yunandar Eka Perwira mengatakan saat ini harga produk pertanian impor memang merangkak naik. 

"Seharusnya, kondisi ini menguntungkan petani lokal karena masyarakat beralih mengonsumsi produk pertanian lokal," katanya, Jumat (7/8/2015).

Namun musim kemarau saat ini mengakibatkan produksi pertanian lokal menurun sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan warga. "Harusnya menguntungkan petani. Tapi karena kekeringan, saya tidak terlalu yakin," katanya.

Dia menilai pemerintah tidak mengantisipasi dengan baik kekeringan yang terjadi ini. Dalam APBD Jabar Perubahan 2015 pun, kata Yunandar, tidak ada langkah antisipatif terkait untuk mengatasi kekeringan.

"Dalam perubahan anggaran belum tercermin bagaimana mengantisipasi kekeringan, khususnya yang berdampak langsung terhadap pertanian, perkebunan. Jadi seharusnya, kalau bisa diantisipasi, harga impor naik ini akan menguntungkan," katanya.

Pihaknya mencontohkan pemerintah belum memikirkan cara agar kebutuhan air untuk pertanian bisa tetap terpenuhi. "Pertanian dan perkebunan ini membutuhkan sumber daya air. Kami tidak melihat kebijakan pemerintah terkait kekeringan ini," katanya.

Padahal, peran pemerintah sangat penting agar petani dapat memenuhi kebutuhan air. "Dukungan pemerintah terhadap petani sangat dibutuhkan," katanya.

Menurutnya, pemerintah harus membantu petani dalam memperoleh sumber air baru. Pemerintah bisa membikin sumur dan embung-embung air.

Selain itu, Pemerintah diminta menyiapkan sejumlah langkah agar minat masyarakat untuk bertani kembali meningkat.

Dia mengatakan kesejahteraan petani harus lebih terjamin sehingga harga pangan hasil mereka harus dihargai layak.

"Solusinya, petani harus bisa menjual sesuatu yang nilainya lebih tinggi. Salah satunya dengan memaksimalkan penggunaan teknologi dalam bertani," katanya.

Pemerintah, kata Yunandar, jangan ragu untuk mencontoh pola pertanian di luar negeri seperti Thailand dan Vietnam. "Thailand lebih modern dalam mengelola pertaniannya," katanya.

Menurutnya, petani harus didorong agar lebih modern dan mampu menghasilkan produk turunan. Bahkan, para kelompok tani harus bisa berhubungan langsung dengan dunia industri.

"Kalau kita mau sejahterakan petani dan meningkatkan daya saingnya, harus mendekatkan pertanian dengan industrinya. Sehingga mereka bisa mengembangkan hasil panennya. Tapi bukan skala besar, cukup kelompok taninya," katanya.

Himpunan Kerukutan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat meminta pemerintah memacu produksi agribisnis di kabupaten/kota di Jabar agar berdaya saing dalam pasar bebas Asean.

Ketua Harian HKTI Entang Sastraatmadja menilai komoditas lokal saat ini cenderung masih kalah bersaing dengan komoditas dari luar negeri, sehingga buah dan sayur impor semakin membanjiri pasar domestik.

Entang mengatakan jika tidak ada perbaikan dan pembenahan di dalam negeri saat pasar bebas Asean bergulir, Indonesia hanya akan menjadi pangsa pasar bagi negara lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper