Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor dari China Membeludak, Industri TPT di Jabar Menjerit

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat meminta pemerintah memproteksi impor TPT dari China menyusul penjualan yang terus melesu.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, BANDUNG - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat meminta pemerintah memproteksi impor TPT dari China menyusul penjualan yang terus melesu.

Sekretaris API Jabar Kevin Hartanto beralasan kondisi TPT sudah tertekan sejak 10 tahun lalu akibat impor yang terus menggempur pasar dalam negeri. 

Oleh karena itu, perlu ketegasan dari pemerintah untuk memproteksi impor ke dalam negeri.

“Pemerintah harus melakukan proteksi, karena percuma jika pemerintah terus membuat regulasi toh akhirnya sama-sama saja tidak ada efek signifikan bagi industri TPT dalam negeri,” ujarnya, Jumat (7/8/2015).

Proteksi tersebut bisa berupa impor satu pintu misalnya di Makassar, karena dengan tempat yang jauh importir berpikir ulang untuk memasarkan produknya ke Sumatra maupun Jawa. 

Dengan begitu, katanya, permintaan TPT dalam negeri dengan sendirinya akan meningkat kembali. “Tidak perlu regulasi yang macam-macam, cukup pintu impor satu pintu,” ujarnya.

Selama ini impor dari China banyak pintu sehingga barang mereka bertebaran di Pulau Jawa, yang notabene basis industri TPT dalam negeri.

Dia menjelaskan 10 tahun lalu pasar industri TPT dalam negeri mampu menguasai 80% pasar domestik, tetapi saat ini hanya 40%.

Selain itu, permintaan saat Lebaran kemarin hanya sedikit hampir anjlok hingga 80% dari tahun lalu. Padahal pihak industri TPT banyak berharap momen Lebaran kemarin produk mereka bisa diserap.

“Kami berharap di saat Lebaran permintaan bisa banyak, tapi kenyataannya stok menumpuk akibar permintaan turun drastis,” ujarnya.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jabar Agung Suryamal Soetisno mengatakan kondisi industri di Jabar berada pada level lampu kuning efek dari perkembangan ekonomi global.

"Sejak awal 2015, sekitar 6.300 karyawan di Jabar industri tekstil dirumahkan. Penyebabnya, biaya produksi yang tinggi tanpa diimbangi kineja penjualan yang positif," katanya.

Situasi ini terjadi akibat daya beli masyarakat yang terus melemah. Selain itu, nilai tukar rupiah yang terus anjlok pun berkontribusi pada perkembangan ekonomi nasional saat ini.

Padahal, keberlangsungan dunia usaha nasional sangat bergantung pada stabilitas rupiah.
 
Efek anjloknya rupiah bagi industri karena biaya produksi meninggi. Penyebabnya, karena 99% bahan baku industri di Jabar merupakan impor. Selain itu dolar AS pun menjadi acuan skema pembayaran bunga bank.

"Sekitar 52%transaksi menggunakan dolar AS. Otomatis, pelemahan rupiah berpengaruh. Rumitnya, ekspor pun turut melambat, khususnya, batu bara," katanya.

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik Jabar mencatat produksi industri pakaian jadi pada kuartal II/2015 turun 12,77%.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper