Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kepemilikan Properti oleh Asing Seumur Hidup Salahi UU

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) menganggap rencana hak pakai untuk kepemilikan properti asing menjadi seumur hidup sebagai upaya penyelundupan hukum.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) menganggap rencana hak pakai untuk kepemilikan properti asing menjadi seumur hidup sebagai upaya penyelundupan hukum.  

Ketua Umum APERSI Eddy Ganefo menuturkan regulasi PP no.41/1996 sudah mengakomodasi orang asing yang ada di Indonesia untuk memiliki hunian dengan hak pakai selama jangka waktu 25 tahun, dan bisa diperpanjang kembali kurang dari 25 tahun.

Menurutnya, bila hak pakai diubah menjadi seumur hidup, artinya sama saja dengan penyelundupan hukum dan bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) no.5/1960.

“Hak pakai itu seperti kita meminjam barang. Masa barang yang saya pinjam bisa saya jual, diwariskan, atau disewakan. Artinya ini adalah wacana penyelundupan hukum, karena setara dengan hak milik. Bila terjadi, PP baru bertentangan dengan UUPA,” tuturnya belum lama ini.

Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan menyampaikan pihaknya sedang bergerak menyiapkan draft Peraturan Pemerintah (PP) baru sebagai pengganti PP no.41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Ditargetkan PP baru dapat rampung sebelum akhir tahun 2015.

Kemudian, perihal rencana durasi kepemilikan dengan status hak pakai selama seumur hidup, belum ada kajian ilmiah yang menyatakan banyak orang asing yang tinggal di Indonesia selama lebih dari 25 tahun ataupun 50 tahun.

Eddy mengkhawatirkan bila nantinya orang asing membeli hunian dengan motif investasi, sehingga terjadi penggelembungan harga yang turut mengerek harga properti di segmen menengah-bawah.

Masyarakat pun semakin sulit membeli rumah akibat melambungnya harga, sedangkan di satu sisi banyak rumah yang akhirnya kosong.

Pemerintah seharusnya memelajari apa yang terjadi pada negara-negara lain yang membuka keran kepemilikan properti oleh asing.

Singapura misalnya, memperbolehkan orang asing mendapatkan properti setelah 80% masyarakatnya memiliki rumah dan sisanya mempunyai kemampuan untuk membeli. Namun, setelah tahun 2004 harga terus terkerek, hingga akhirnya masyarakat tidak mampu lagi mengakses harga hunian.

Negara berlambang ‘Merlion’ itu kemudian menerapkan pajak 18% untuk mengerem aktivitas pembelian properti oleh orang asing.

Negara-negara lainnya yang sudah memberikan akses kepemilikan properti oleh asing, seperti Jepang, China, dan Australia pun bernasib sama dengan mengalami fenomena penggelembungan harga properti.

“Hal ini berlaku juga di Indonesia. Kepemilikan properti oleh asing juga berdampak pada harga tanah juga ikutan naik, sehingga rumah murah semakin sulit dibangun. Artinya, kepemilikan properti oleh asing ini mengancam Program Sejuta Rumah,” tegasnya.

Pada saat properti lesu, lanjut Eddy, ada baiknya pengembang menyasar kelas bawah, karena pasar rumah murah sedang bergairah.

Bila alasan pembukaan keran kepemilikan oleh asing dikarenakan sudah banyak orang asing yang terlanjur memiliki properti di Indonesia, pengontrolan implementasi PP no.41/1996 perlu ditingkatkan dengan dibuat badan pengawas mandiri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper