Bisnis.com, JAKARTA—Rencana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberlakukan status kepemilikan properti oleh orang asing dengan hak pakai selama seumur hidup dianggap bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) no.5/1960.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan menyampaikan pihaknya sedang bergerak menyiapkan draft Peraturan Pemerintah (PP) baru sebagai pengganti PP no.41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Ditargetkan PP baru dapat rampung sebelum akhir tahun 2015.
Pengamat properti Ali Tranghanda menuturkan status kepemilikan hak pakai seumur hidup memiliki dua makna, yakni tetap memiliki jangka tertentu ataupun benar-benar seumur hidup, sehingga hunian dapat diwariskan.
“Bila opsi yang dipilih benar-benar seumur hidup, PP baru akan beradu dengan spirit UUPA, karena hak pakai itu ada jangka waktunya. Kalau seumur hidup apa bedanya dengan hak milik,” tegasnya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (7/7/2015).
Pemberlakukan hak pakai selama seumur hidup juga bertentangan dengan Undang-undang Tata Ruang di suatu daerah yang membatasi kepemilikan selama 30 tahun. Nantinya, keberadaan PP baru akan bentrok dengan UU Otonomi Daerah, karena tanah di satu wilayah berada dalam teritorial Pemda.
Menurut Ali, status kepemilikan hak pakai sudah tercantum dalam PP No.40/ 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.
Beleid tersebut juga mengatur peralihan hak pakai yang disebabkan oleh jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan. Artinya, ada kepastian hukum perihal hak pakai yang bersifat transferable (bisa dipindahtangankan) dan akan menjadi daya tarik orang asing untuk membeli properti di tanah air.
Selain itu, PP No.40 Tahun 1996 menyatakan hak pakai dapat dijaminkan dengan hak tanggungan, sehingga konsumen bisa mengakses fasilitas perbankan atau bankable.
“Agar hak pakai properti oleh asing yang transferable dan bankable itu berjalan efektif di pasar perlu kecocokan adanya kebijakan fiskal dan regulasi perbankan. Potensi pemasukan pajak atas akumulasi PPnBM, PPN, PPh yang mencapai 40% itu diharapkan terlaksana secara konkret,” ujarnya.
Selain status kepemilikan yang bersifat transferable dan bankable, sambung Ali, pasar asing sangat tertarik membeli properti di Indonesia karena harganya masih jauh lebih murah dibandingkan properti kelas mewah di negara lain.
Menurutnya, di luar persoalan yuridis, pemerintah perlu membuat regulasi pembatasan kepemilikan properti oleh asing berdasarkan zonasi untuk kota-kota besar atau tujuan wisata, seperti Jakarta dan Bali. Tujuannya untuk mengendalikan harga properti dan harga tanah agar tetap bisa diakses masyarakat.