Bisnis.com, SEMARANG - Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Forwarder Indonesia (ALFI) Jawa Tengah mengeluhkan liarnya patokan kurs rupiah selama seminggu berlakunya peraturan Bank Indonesia yang mewajibkan penggunaan rupiah dalam setiap transaksi.
Ketua ALFI Jateng Ari Wibowo mengatakan sejak diberlakukan pada 1 juli arahan Bank Indonesia mengenai penggunaan rupiah belum berjalan sesuai harapan.
Kendati sudah menggunakan rupiah, patokan kurs yang digunakan khususnya oleh penyedia jasa pelayaran belum seragam. Bahkan, jelasnya, nilai tukar rupiah cenderung ditetapkan jauh lebih tinggi dari kurs tengah Bank Indonesia.
"Kami sangat menyesalkan, pengusaha pelayaran patok kurs semau sendiri, jauh dari anjuran PBI [Peraturan Bank Indonesia]," ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (8/7/2015).
Kondisi tersebut, kata Ari, sangat meresahkan penyedia jasa forwarding.
Karena itu, dia berharap otoritas yang terkait perlu menangapi fenomena tersebut sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Seperti diketahui, sejak awal Juli lalu, PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) yang mengoperasikan Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Intan dan Terminal Peti Kemas Semarang telah mewajibkan transaksi pelayanan jasa kepelabuhanan luar negeri dengan menggunakan mata uang rupiah.
Kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut atas dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah diterbitkan pada tanggal 31 Maret 2015.
Dalam pelaksanaa kebijakan tersebut, Pelindo III mewajibkan nota pelayanan jasa kepelabuhanan luar negeri dalam mata uang rupiah. Dasar perhitungan kurs rupiah untuk jasa kepelabuhanan menggunakan tarif eksisting dikaitkan dengan kurs saat kegiatan selesai dilaksanakan.