Bisnis.com, CIAWI—PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) mengandeng enam perguruan tinggi di Indonesia memaparkan hasil studi reformasi kebijakan maritim guna mewujudkan pengembangan setor maritim nasional.
Sekretaris Perusahaan Pelindo II Rima Novianti mengatakan kajian yang melibatkan kaum akademisi ini meninjau enam unsur kebijakan dalam reformasi kebijakan maritim yaitu, pelayaran, pelabuhan, logistik, pendidikan, keuangan dan aspek hukum.
“Kajian Indonesia Maritime Startegy Reform melengkapi studi yang pernah dilakukan oleh IPC bekerjasama dengan Mckinsey terkait bagaimana menurunkan biaya logistik nasional,” ujarnya, Selasa (30/6).
Menurut Pelindo II, kajian transportasi maritim merupakan upaya memberikan usulan perbaikan serta pengembangan sektor maritim yang nantinya dihrapkan dapat terintegras sempurna.
Rima menambahkan kajian ini telah ditindaklanjuti dengan menyusun roadmap yang melibatkan pelaku bisnis terkait industri maritim dan aksi riil yang dapat dilakukan oleh stakeholder sektor ini.
Salah satu yang menarik, kajian ini mengapresiasi asas cabotage pelayaran yang dituangkan oleh Inpres No.5 Tahun 2005.
Bahkan akademisi yang terlibat mencatat penerapan cabotage ini telah meningkatkan lebih dari 400% volume angkutan laut nasional dari sekitar 110 juta ton untuk muatan domestik pada 2005 menjadi 470 juta ton pada 2013.
Kepala Badan Inovasi dan Bisnis Ventura ITS Saut Gurning mengatakan cabotage dalam 10 tahun ke depan memberikan kesempatan bisnis martim lebih besar.
“[Namun] Kebijakan ini nantinya diharapkan tidak hanya proteksi semata, tetapi juga promosi,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Saut juga empat faktor penghambat infrastruktur maritim nasional.
Keempat masalah tersebut antara lain, rendahnya kinerja pelayanan, ketimpangan infrastruktur antara Barat dan Timur, defisit kapasitas gap infrastruktur, dan tidak konsekuennya kebijakan pemerintah dalam memelihara kompetisi.
Fakta-fakta di atas pada muaranya mengakibatkan tingginya biaya logistik maritim di Tanah Air. Parahnya, mahalnya biaya logistik ini justru menstimulasi aksi impor barang.
Oleh karena itu, Saut mendorong adanya perubahan revitalisasi infrastruktur, SDM, dan keseimbangan antara Barat dan Timur.
Adapun enam perguruan tinggi yang terlibat, yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Sriwijaya (UNSRI), Institut Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Hasanuddin (UNHAS).