Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Manifesto Minyak Sawit Lestari Tetapkan Zonasi Lahan Kelapa Sawit

Manifesto Minyak Sawit Lestari, melalui studi stok karbon tinggi (SKT), menetapkan tiga zonasi untuk pembukaan lahan kelapa sawit berdasarkan tingkat emisi gas rumah kaca yang dihasilkan.
Lahan perkebunan kelapa sawit./Ilustrasi
Lahan perkebunan kelapa sawit./Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Manifesto Minyak Sawit Lestari, melalui studi stok karbon tinggi (SKT), menetapkan tiga zonasi untuk pembukaan lahan kelapa sawit berdasarkan tingkat emisi gas rumah kaca yang dihasilkan.

Zonasi dalam studi ini dibagi ke dalam tiga zona, yakni hijau, kuning, dan merah.

Pada zona hijau, konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit diperbolehkan karena justru akan meningkatkan stok karbon dan memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi warga sekitar.

Zona hijau meliputi lahan kritis seperti padang rumput dan semak-semak yang memiliki stok karbon rendah, juga lahan gambut yang sempit—kurang dari 100 ha—dengan tingkat emisi lebih rendah dibandingkan dengan lahan yang dibiarkan terlantar.

Zona kuning ditetapkan kepada lahan yang jika dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit akan memberikan manfaat ekonomi dan sosial, tetapi secara bersamaan juga meningkatkan emisi GRK meskipun dalam kadar rendah.

Penetapan zona kuning terjadi pada konversi lahan hutan regenerasi muda, yakni konversi dari hutan sekunder tahap awal dan hutan dengan kerapatan sedang atau rendah.

Adapun, zona merah ditetapkan terhadap lahan gambut dan tanah dengan kandungan bahan organik tinggi serta penebangan hutan yang memiliki biomassa tinggi. Konversi lahan jenis tersebut menjadi perkebunan sawit tidak diperbolehkan, karena tingkat emisi GRK sangat tinggi.

Jonathon Porritt, Ketua Komite Pengarah Stok Karbon Tinggi, mengatakan perlu ada batasan angka untuk emisi gas rumah kaca yang diizinkan, agar konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dapat diterima.

“Batas angka ini akan berbeda pada tiap lokasi dengan mempertimbangkan konteks sosial dan ekonomi, termasuk tingkat kesejahteraan sosial yang dihasilkan dari perkembangan perkebunan baru,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (29/6/2015).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper