Bisnis.com, SURABAYA – Pengusaha perhotelan dan restoran di Surabaya, Jawa Timur menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Surabaya tentang retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol karena dinilai menghambat pertumbuhan industri pariwisata.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) M. Soleh mengatakan kondisi industri perhotelan dan restoran saat ini masih dalam keadaan sulit. Munculnya Raperda tersebut dianggap semakin menambah beban biaya bagi usaha hotel dan restoran.
“Kami menolak dan PHRI Jatim sudah melayangkan surat keberatan kepada Wali Kota Surabaya [Tri Rismaharini] dan merekomendasikan agar Raperda tersebut dibatalkan,” katanya Minggu (28/6/2015).
Soleh mengatakan pengusaha hotel dan restoran juga menyayangkan tindakan Pemkot Surabaya yang tidak melibatkan PHRI dalam pembahasan Raperda tersebut. Padahal, lanjutnya, PHRI juga merupakan obyek dari Raperda tersebut.
Dia menjelaskan selama ini hotel berbintang menjual minuman beralkohol adalah untuk memenuhi kebutuhan tamu, khususnya wisatawan asing dan bukan semata-mata untuk kepentingan profit.
"Minuman alhokol merupakan salah satu kebutuhan wisatawan asing saat mereka menginap. Mereka akan merasa nyaman kalau kebutuhannya tersebut terpenuhi. Raperda itu bertentangan dengan semangat pemerintah untuk mempermudah dan menghilangkan beban biaya investasi,” jelasnya.
Adapun dalam Raperda tentang retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol itu terdapat ketentuan biaya restribusi untuk hotel bintang 3-4 adalah Rp150 juta-Rp250 juta/tahun, sementara untuk restoran Talam Kencana atau golongan kelas restoran tertinggi serta Talam Selaka atau golongan kelas restoran menengah dikenaik retribusi Rp150 juta/tahun.
“Dan di sisi lain, pengusaha masih harus membayar izin serta pajak minuman beralkohol,” imbuh Soleh.