Bisnis.com, JAKARTA – Masalah permodalan kerap menjadi sandungan dalam pengembangan bisnis yang dialami para pelaku usaha. Tak sedikit yang terhambat melakukan ekspansi karena memiliki sumber modal yang terbatas.
Salah satu yang mengalami persoalan tersebut adalah Muhammad Syakir, pemilik usaha bubuk minuman berlabel Jakarta Powder Drink.
Syakir memulai usahanya pada awal 2013 dengan sistem makloon. Dia mendistribusikan bubuk minuman yang diproduksi oleh pihak lain. Akan tetapi sistem kerja sama itu kandas sehingga dia bertekad untuk menangani bidang produksi secara langsung.
Mulai 2014 dia memisahkan diri dari rekan kongsinya dan mencari permodalan untuk membeli mesin-mesin produksi. “Saya mendapat pinjaman dari bank Rp350 juta saat itu,” katanya kepada Bisnis.
Dalam tempo sekitar satu setengah tahun sejak memulai produksi bubuk minuman sendiri, usaha pria 40 tahun ini berkembang pesat. Dia rajin berinovasi untuk menemukan varian rasa baru dengan menggunakan racikan bahan creamer, kopi arabica, cokelat, teh instan, dan ekstrak buah asli.
Hingga kini dapur produksinya sudah mempunyai 43 varian minuman. Meski profit yang diambil dari tiap produk tidak terlalu besar, tetapi diakuinya masih cukup menguntungkan karena dia bermain dalam kuantitas.
Setiap bulannya dia mampu memproduksi sekitar 4-6 ton bubuk minuman yang dibanderol dengan harga Rp65.000 – Rp70.000 per kilogram. “Omzet penjualannya sekarang sekitar Rp300 juta dengan profit sekitar 30%,” kata dia.
Melihat prospek bisnisnya yang terus berkembang, Syakir bercita-cita untuk mengembangkan usahanya. Sasarannya adalah kelas premium yakni perusahaan besar dengan pemesaran minimal 100 kilogram per satu rasa yang eksklusif.
Selain itu dia juga sedang menjajaki kerja sama dengan dengan minimarket maupun restoran cepat saji yang punya jaringan di seluruh Indonesia. Tahapan kerja samanya kini sudah memasuki negosiasi. Segmen pasar itu dinilainya belum banyak digarap pemain.
Untuk mendukung rencananya, Syakir mulai mencari-cari bantuan permodalan atau investor yang ingin bekerja sama. Ayah dua anak ini mengaku membutuhkan modal sekitar Rp10 miliar karena ingin membangun kantor yang menyatu dengan kafe sendiri.
“Kafe itu letaknya harus dipusat kota, gunanya sebagai tempat bagi para calon customer yang menjajal produk-produk kami. Harapan saya juga bisa membangun pabrik dengan kapasitas produksi yang lebih besar,” kata dia.
Syakir berujar dia sudah menjajaki peminjaman modal dari perbankan. Namun dia belum puas karena jumlah yang ditawarkan masih berkisar Rp1 miliar.
“Kami ingin pindah dari sini dan membangun pabrik yang besar, saya perkirakan butuh modal sekitar Rp10 miliar. Saya sudah siapkan perencanaan bisnisnya, tinggal cari pemodal,” ujar dia.