Bisnis.com, BANTEN - Pakar perumahan menilai peraturan hunian berimbang sulit terlaksana karena Pemerintah Daerah masih kesulitan dalam mengaplikasikan dasar hukum sesuai Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Perumahan Rakyat nomor 7 tahun 2013.
Ketua Housing Urban Development (HUD) Institute Zulfi Syarif Koto mengatakan analisis matematis dimana pengembang wajib membangun rumah tapak dengan proporsi 1:2:3, dengan proporsi pembangunan 1 unit rumah mewah harus diiringi dengan pengembangan 2 unit rumah menengah, dan 3 unit rumah sederhana dalam satu hamparan kurang mendasar.
“Secara matematis proporsi 1:2:3 terlalu dipaksakan. Kenapa mendapat angka perbandingan seperti itu, banyak yang masih belum mengerti,” tuturnya pada Bisnis di sela acara diskusi Implementasi Percepatan Program Sejuta Rumah di Provinsi Banten, Rabu (3/6/2015).
Menurutnya, program hunian berimbang sudah memiliki kesalahan di bagian hulu, yakni dasar yuridisnya yang tercantum dalam Pasal 34-37 UU no. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Alasannya, ada beberapa poin yang saling bertabrakan.
Zulfi menyampaikan pembuatan beleid baru mengenai hunian berimbang dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) baru seharusnya melibatkan berbagai pihak, seperti LSM, akademisi, developer, dan pemerintah daerah, bukan hanya pemerintah pusat.
Dia pun mengingatkan bahwa penyelenggaraan hunian berimbang merupakan semangat kebersamaan, kerjasama, kemitraan antara seluruh stakeholder, bukan hanya kewajiban yang harus dilakukan pengembang.
“Semangat hunian berimbang adalah semangat kebersamaan. Bukan semangat kewajiban. Berdasarkan Pasal 2 UU tentang PKP, salah satu azas ialah azas kebersamaan dan kemitraan. Jadi jangan hunian berimbang dijadikan kewajiban,” pungkasnya.
Sebagai salah satu solusi, lanjut Syarif, pemerintah dapat menyediakan satu area khusus dalam satu provinsi sebagai lokasi pengembangan hunian murah yang menjadi tanggung jawab developer secara kolektif.
Pada wilayah tersebut, pemerintah pun perlu memberikan dukungan aksesbilitas transportasi dan kelengkapan infrastruktur. []