Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara diprediksi akan kian bergantung pada negara-negara Amerika Latin untuk dapat memasok residu minyak kedelai atau soybean meal (soymeal) seiring kian tergerusnya produksi India, negara pemasok soymeal terbesar ke Asia Tenggara.
Studi yang dipublikasikan Rabobank memperhitungkan permintaan soymeal negara-negara Asia Tenggara akan melonjak hingga 68% dalam lima tahun ke depan. Adapun, pasokan Indonesia diprediksi dapat tercukupi jika investasi untuk tanaman kedelai antara blok Selatan-Selatan dapat berjalan baik.
Direktur Penerlitian Pangan dan Agribisnis Rabobank, Pawan Kumar menyampaikan dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia merupakan negara pengimpor kedelai terbesar di Asia Tenggara.
“Kami mencatat pada 2013/2014 Indonesia merupakan importir soymeal tertinggi yaitu rata-rata mencapai 4 juta ton, disusul oleh Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia,” ungkap Pawan menyertai laporan tersebut, Rabu (3/6/2015).
Secara rinci, pada periode yang sama, studi tersebut mengungkapkan Vietnam mengimpor 3,3 juta ton, Thailand 2,7 juta ton, Filipina 2,5 juta ton, dan Malaysia 1,6 juta ton. Adapun, Asia Tenggara rata-rata memproduksi 2,4 juta ton soymeal dan mengimpor total 13,7 juta ton setiap tahunnya.
Nilai tersebut melonjak dua kali lipat dari satu dekade sebelumnya, dan kebutuhan Asia Tenggara diprediksi mencapai 23 juta ton pada 2019/2020 mendatang.
Dari tingginya disparitas kebutuhan tersebut, Pawan menyampaikan peran India yang selama ini menjadi pemasok tertinggi akan pudar, seiring kian menurunnya produksi yang secara langsung mendongkrak harga soymeal negara itu. Rabobank memprediksi kemampuan ekspor India akan benar-benar berhenti pada 2020 mendatang.
Rabobank mencatat pada 2008 lalu, India lah yang memenuhi 36% kebutuhan impor soymeal. Padahal, permintaan dalam negeri India pun tak kalah tinggi untuk pemenuhan protein hewan dan industri susu.
Seperti diketahui, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara menggunakan soymeal untuk kebutuhan sejumlah industri seperti perunggasan, peternakan sapi, dan industri akuakultur yang permintaan produk-produknya juga konsisten mengalami peningkatan.
Pawan memprediksi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara akan mengarahkan sumber pasokannya ke negara-negara Amerika Latin karena berkebalikan dengan India, produksi negara-negra bagian selatan Benua Amerika tercatat terus mengalami peningkatan.
“Impor dari Argentina dan Brasil akan berlanjut meningkat, dan daya tawarnya pun akan naik karena menjadi alternatif terbaik bagi negara-negara Asia Tenggara dalam upaya pemenuhan kebutuhan soymeal yang berkelanjutan,” terang Pawan.
Rabobank memperhitungkan produksi soymeal Amerika Latin akan meningkat 30% dalam satu dekade ke depan sehingga dapat menyediakan sedikitnya 20 juta ton soymeal untuk diekspor. Saat ini, menurut Pawan, Brasil dan Argentina pun tengah memperbaiki infrastruktur untuk menggenjot produksinya.