Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan 20% lahan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam dan Hutan Tanaman Industri untuk diterapkan pola kemitraan.
Ketentuan ini dikeluarkan melalui Peraturan Menteri LHK No. P.12/Menlhk-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri yang diteken pada akhir Maret lalu.
Menanggapi kebijakan ini, Ketua umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan selain untuk tanaman kehidupan masyarakat, skema kemitraan ini memang baik untuk menyelesaikan areal konflik sosial.
Apalagi, lanjutnya, di lapangan konflik sosial masih kerap terjadi, sepertinya perambahan hutan oleh masyarakat dan lain-lain.
Meski demikian, dia mengharapkan tiga hal pada pemerintah terkait penetapan kebijakan tersebut. Pertama, pemerintah diharapkan dapat memberi perlindungan terhadap investasi yang sudah berjalan.
“Di dalam tata ruang itu ada 70% areal HTI yang boleh untuk tanaman pokok yang sudah diset perusahaan untuk mencukup bahan baku. Nah itu kita berharap pemerintah bisa melindungi,” ujarnya.
Kedua, Poerwadi mengatakan pemerintah juga harus memfasilitasi skema pendanaan yang dapat mendorong alokasi ke masyarakat. Pasalnya, aset lahan kehutanan merupakan milik negara yang tidak dapat diagunkan ke perbankan.
Kemudian, lanjutnya, pemerintah juga perlu memastikan skema kemitraan yang 20% tadi. Sebab, pengusaha menginginkan dengan adanya pola kemitraan ini tidak mengurangi areal izin yang sudah dibebankan kepada pelaku usaha.
“Kami juga berharap skema, seperti tumpang sari, karena kalau hanya tanaman kayu kan terlalu kecil pendapatannya,” ujarnya.