Bisnis.com, JAKARTA – Hasil analisis Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan (BP2KP) Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa impor beras pada tahun ini sangat sulit untuk dihindari.
Peneliti BP2KP Miftah Farid mengatakan hubungan antara impor, produksi, dan pengadaan beras dalam negeri. Impor sebesar 0% baru bisa dilakukan jika produksi beras pada 2015 naik 5% dari produksi tahun lalu dan pengadaan beras dalam negeri oleh Bulog mencapai 8% dari total produksi tersebut.
Namun, berdasarkan sasaran produksi beras tahun 2015, target peningkatan produksi hanya ditetapkan sebesar 3,84%. Dengan kata lain, syarat tidak adanya impor pada tahun ini sulit terpenuhi karena target peningkatan produksi di bawah 5%.
“Kementerian Pertanian kan sasarannya 73,4 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara 46,15 juta ton beras, naik 3,84% dari produksi tahun lalu. Kalau kita lihat data historisnya yang lalu-lalu, kalau kita plotkan variable impor beras dan produksi, impor nol itu terjadi ketika produksi naik lebih dari 5%. Sedangkan sasaran kementan sendiri hanya 3,84%. Artinya kita harus siap-siap untuk impor,” kata Miftah.
Adapun, hubungan impor beras dan pengadaan dalam negeri oleh Perum Bulog, tidak adanya impor terjadi ketika rasio pengadaan dalam negeri mencapai 8% dari total produksi beras.
Artinya harus ada pengadaan beras oleh Bulog sekitar 4 juta ton. Di sisi lain, kinerja penyerapan oleh Bulog pada panen pertama 2015 ini pun masih belum maksimal. Berdasarkan historisnya, rata-rata penyerapan oleh Bulog antara 6%-7% dari total produksi.
Sebelum terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, target awal Bulog pada 2015 adalah 2,75 juta ton yang kemudian ditambah menjadi 4 juta ton.
“Target pengadaan oleh Bulog mendukung tidak adanya impor beras, tapi dari pertumbuhan produksi tidak mendukung terjadinya impor nol pada tahun ini,” ujar Miftah. []