Bisnis.com, BANDUNG—Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat menyatakan sulit menyerap komoditas bawang merah di saat harga yang sering fluktuatif.
Kepala Disperindag Jabar Fery Sofwan mengatakan penyerapan harga bawang merah terbilang sulit, bahkan Badan Urusan Logistik (Bulog) sekalipun tidak memiliki kemampuan untuk menyerapnya.
Dia beralasan sulitnya penyerapan akibat bawang merah belum termasuk komoditas utama bagi masyarakat.
"Yang jelas begini, bawang merah jika harga anjlok sebaiknya tidak dijual langsung dan masih bisa disimpan di gudang asal kering. Itu dilakukan untuk ketahanannya," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (24/4).
Penanganannya juga bisa dilakukan melalui bekerja sama dengan industri dalam pengolahan bawang goreng. "Beda dengan beras yang bisa diserap. Kalaupun mau diserap [bawang merah], anggarannya akan sangat banyak," jelasnya.
Kendati demikian, pihaknya terus melakukan operasi di lapangan untuk mengendalikan harga bawang merah agar tetap stabil. Adapun, harga bawang merah di Jabar saat ini berada di kisaran Rp30.000 per kilogram
Kepala Bidang Produksi Hortikultura Dinas Pertanian dan Tananaman Pangan (Diperta) Jabar Obas Firmansyah mengatakan untuk menstabilkan harga bawang merah terutama di tingkat petani, tentunya harus ada upaya pascapanen.
“Upaya pascapanen ini selalu diabaikan yang akhirnya selalu ada importasi, sehingga merugikan petani,” katanya.
Menurutnya, upaya pascapanen itu berupa sistem penyimpanan dan pengolahan seperti resi gudang guna menstabilkan pendapatan petani di kala terjadi surplus.
"Dengan sistem tersebut harga bawang ketika panen mampu dikendalikan, karena disimpan dalam gudang dan dikeluarkan sewaktu harga stabil," ujarnya.
Obas melanjutkan produksi bawang merah pada 2014 mencapai 126.013 ton atau naik sebesar 9,02% dari 2013 sebesar 115.585 ton. Adapun, untuk realisasi untuk Januari 2015 sebesar 9.600 ton dan Februari 8.700 ton.