Bisnis.com, MEDAN—Petani kelapa sawit asal Sumatra Utara yang tergabung dalam Asosiasi Planter Indonesia meminta agar skema kerja sama dan pembelian antara perkebunan inti dan kebun plasma lebih menguntungkan para petani.
Penasihat API Bustami Harahap mengatakan saat ini kelapa sawit masih menjadi komoditas utama perekonomian Sumut. Namun, produktivitas terus menurun. Salah satu penyebabnya adalah nasib para petani kelapa sawit yang terabaikan.
Bustami memerinci, saat ini produktivitas perkebunan milik PTPN hanya mampu menghasilkan 12-18 kg per tbs (tandan buah segar), dan perkebunan swasta 20-22 kg per tbs. Sementara itu, perkebunan kelapa sawit di Malaysia kini sudah mampu menghasilkan 22-25 kg per tbs.
"Pola kerja sama antara perkebunan inti dengan plasma perlu direvisi agar para petani bisa meningkatkan prduktivitas mereka apalagi menjelang MEA 2015. Saat ini para petani lebih banyak dirugikan, akibatnya petani pun mengurangi produktivitas mereka," ucap Bustami, di sela-sela pembukan International Palm Oil Exhibition 2015, Kamis (23/4/2015).
Selama ini, lanjut Bustami, perkebunan inti lebih banyak memegang kendali atas penentuan harga jual kelapa sawit. Adapun, para petani menginginkan harga jual ditetapkan atas dasar harga yang berlaku di pasaran.
Tak hanya itu, selama ini petani kelapa sawit Sumut kurang diperhatikan terkait penerapan teknologi dan penyembuhan penyakit tanaman untuk mendorong produktivitas.
"Selama ini kami masih terbebani utang sarana produksi yang diberikan perkebunan inti, sehingga kontrol kualitas tanaman kurang kami perhatikan," tambahnya.
Bustami menuturkan saat ini para petani masih harus berhadapan dengan Ganoderma. Ganoderma merupakan penyakit yang dapat mengakibatkan pembusukan pada pangkal batang tanaman kelapa sawit.
"Sejauh ini kami masih bisa mengatasinya dengan beberapa perawatan tapi hanya untuk tanaman berumur di bawah 2 tahun," pungkasnya.