Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penetapan Gas Bumi Sebagai Komoditas di APBN Rugikan Ekonomi

Kementerian Perindustrian menyatakan berdasarkan hasil kajian pengembangan industri nasional, Indonesia harus mengubah kerangka berpikir dalam penggunaan gas bumi dari komoditas penerimaan negara menjadi modal pembangunan.
Kilang migas/Ilustrasi
Kilang migas/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian menyatakan berdasarkan hasil kajian pengembangan industri nasional, Indonesia harus mengubah kerangka berpikir dalam penggunaan gas bumi dari komoditas penerimaan negara menjadi modal pembangunan.

Harjanto, Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin, mengatakan penetapan gas bumi sebagai komoditas penerimaan negara dalam APBN kontraproduktif dengan misi pemerintah dalam memacu pertumbuhan industri serta mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional 7%.

Jika gas bumi dilihat sebagai komoditas, pemerintah akan mengambil revenue di awal. Akibatnya harga yang diterima industri tinggi dan daya saing di pasar global melemah. Gas harus dilihat sebagai modal pembangunan," ujarnya, Selasa (14/4/2015).

Dari hasil kajian pengembangan industri, benefit yang didapatkan Indonesia jika gas bumi dijadikan modal pembangunan jauh lebih tinggi dibandingkan gas bumi dilihat sebagai komoditas. Lebih dari itu, tercipta multiplier effect dalam pendapatan pajak industri dan kenaikan produk domestik bruto.

Terdapat sejumlah skenario penurunan harga gas yang dibuat oleh Kemenperin. Pertama, jika harga gas industri saat ini diturunkan 10% menjadi US$9,5 per MMbtu, penerimaan negara seketika berkurang Rp8,15 triliun. Namun, pajak nasional akan meningkat Rp12,9 triliun dan total output perekonomian naik Rp72,4 triliun.

Skenario kedua, jika harga gas bumi diturunkan 20% menjadi US$8,4 per MMbtu, maka penerimaan negara turun Rp16,3 triliun. Di sisi lain, penerimaan pajak akan meningkat Rp25,9 triliun dan total tambahan output perekonomian mencapai Rp144,8 triliun, begitu pula seterusnya.

"Kami telah menyampaikan simulasi ini ke Menteri Bidang Perekonomian Sofjan Djalil. Kami jelaskan jika ada cost pasti ada benefit dan revenue yang dihasilkan. Dari semua itu pasti ada perkembangan ekonomi hingga penerimaan pajak," tuturnya.

Harjanto mengatakan jika hasil kajian ini segera diterapkan, akan berdampak langsung pada akselerasi pertumbuhan industri. Dia menjamin jika harga gas industri menjadi US$5 per MMbtu, sedikitnya nilai investasi yang masuk ke Kawasan Industri Teluk Bintuni, Papua Barat mencapai US$10 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper