Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah belum membahas posisi ideal bagi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi dalam struktur lembaga energi nasional.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku selama ini ada kecenderungan badan independen pengatur dan pengawas energi nasional terlalu banyak.
“Memang ada kecenderungan badan terlalu banyak, harus ada fokus bekerja, tetapi BPH Migas belum dibahas sama sekali,” katanya, Selasa (14/4/2015).
Dia juga menilai perlu ada fokus tugas agar keberadaan lembaga dan komisi independen tidak berlebihan dan bertabrakan dengan fungsi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Lembaga dan komisi yang dianggap mubazir itu berpotensi dihapus, tetapi dia tidak menjelaskan lebih rinci lembaga yang dimaksud.
Sebelumnya isu hangat beredar bahwa Kementerian ESDM akan memangkas kewenangan BPH Migas dalam industri hilir.
Caranya, dengan mengatur fungsi dan wewenang lembaga pengatur hilirisasi Migas itu. Pengaturan fungsi dan wewenang bertujuan merampingkan proses perizinan industri di sektor Migas nasional.
Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng berpendapat pelaku industri hilir akan semakin banyak dan kegiatan hilir pun semakin kompleks, sehingga membutuhkan pengaturan yang juga lebih ketat dari lembaga independen yang tak lain ialah BPH Migas.
Menurutnya, semangat UU No.22/2001 ialah menghilangkan monopoli dalam kegiatan usaha, baik hulu maupun hilir. BPH Migas memiliki tiga kepentingan utama. Pertama, kepentingan pemerintah adalah agar kebijakan bisa berjalan.
Kedua, kepentingan badan usaha bahwa agar bisa menjalankan kegiatan usaha dengan baik, adil, dan transparan, tanpa diskriminasi. Selain itu, ada jaminan dan kepastian hukum terkait pengembalian investasi.
Ketiga, kepentingan masyarakat, yakni terkait aksesibilitas energi dengan harga yang terjangkau.