Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surplus Dagang Sumsel Digembosi Rontoknya Harga Karet Dunia

Kinerja surplus neraca perdagangan Sumatra Selatan terancam kian mengecil seiring dengan melemahnya permintaan dan harga karet, yang menjadi penyumbang utama ekspor Sumsel hingga 47%, di pasar internasional.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, PALEMBANG - Kinerja surplus neraca perdagangan Sumatra Selatan terancam kian mengecil seiring dengan melemahnya permintaan dan harga karet, yang menjadi penyumbang utama ekspor Sumsel hingga 47%, di pasar internasional.  

Surplus neraca perdagangan Sumsel periode Januari-Februari 2015 tercatat US$306,75 juta atau anjlok 37% dari periode yang sama tahun lalu US$489,93 juta. Adapun, jika dibandingkan dengan Januari-Februari 2013, surplus neraca perdagangan Sumsel anjlok 43%.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Sumsel Permana mengakui tren surplus neraca perdagangan Sumsel kian mengecil. Pasalnya, ekspor Sumsel selama ini bergantung kepada kinerja ekspor karet.

“Ekspor kita memang selalu lebih besar dari impor, meskipun memang nominalnya [surplus neraca dagang] justru terus mengecil. Apalagi kondisi karet saat ini juga tengah lesu, makanya produk ekspor lainnya perlu digenjot,” katanya, Kamis (19/3/2015).

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel mencatat nilai ekspor karet Januari-Februari 2015 anjlok 43,47% menjadi US$217,73 juta dari periode yang sama tahun lalu US$385,19 juta. Begitu pula dari sisi volume karet yang anjlok 14% menjadi 149,64 juta kg.

Meski demikian, dari tujuh komoditas utama ekspor Sumsel, hanya karet dan teh yang mencatatkan penurunan nilai ekspor. Sementara itu, lima produk ekspor lainnya, seperti kayu/produk kayu, batu bara, minyak kelapa sawit dan udang mencatatkan peningkatan.

Permana menilai pengembangan penghiliran industri mutlak diperlukan untuk menggenjot kinerja ekspor Sumsel, terutama terhadap komoditas karet yang selama ini diekspor berupa barang setengah jadi. Menurutnya, perlu ada turunan lain dari karet yang dihasilkan selama ini.

“Jadi memang kuncinya itu penghiliran dan pembangunan pabrik penyedia bahan baku. Tetapi persoalannya, pengembangan tersebut membutuhkan infrastruktur yang memadai. Nah ini yang menjadi hambatan kita selama ini,” tuturnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper