Bisnis.com, SURABAYA - Pada awal tahun ini, Provinsi Jawa Timur sebenarnya nyaris membuahkan surplus berkat topangan ekspor senilai total US$1,79 miliar, menguat 15,34% dari bulan sebelumnya. Adapun impor, pada sisi yang lain, melemah 8,42% menjadi US$1,80 miliar pada periode yang sama.
Namun, mengapa Jawa Timur sepertinya sulit sekali mencapai surplus? Menanggapi capaian tersebut, Kepala Bidang Statistik Distribusi Satriyo Wibowo menjelaskan provinsi beribukota Surabaya itu memang sulit menorehkan surplus meski ekspornya terus menguat. Pasalnya, Jatim adalah gerbang impor tumpuan Indonesia Timur.
“Masalahnya, impor itu memang bukan hanya untuk Jatim. Sebenarnya impor Jatim itu besar, bukan murni untuk konsumsi di sini. Barang yang diimpor di Jatim, masuknya lewat Tanjung Perak, untuk Indonesia Timur dan Jawa Tengah,” tuturnya, Rabu (25/2/2015).
Dia menyebut provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur dan Barat, Jateng, dan DI Yogyakarta kerap mengandalkan Pelabuhan Tanjung Perak sebagai akses masuk barang impor. Hal itu yang menyebabkan impor Jatim selalu membengkak, meski ekspornya makin menguat.
Bagaimanapun, dia menekankan defisit neraca perdagangan Jatim sudah semakin menipis. Impor pada Januari—baik migas maupun nonmigas—mampu direm berkat reli penurunan harga minyak dunia pada bulan tersebut.
“Impor minyak Jatim cukup tinggi dan penurunan harga minyak dunia pada Januari kemarin cukup tajam, sehingga menguntungkan Jatim. Jadi, walaupun volume [impornya] tidak berubah, tapi secara nilai impor Jatim turun cukup dalam,” sambungnya.