Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kucuran Kredit ke Sektor Hortikultura Melempem

Pembiayaan terhadap sektor hortikultura hingga saat ini dianggap masih rendah sehingga menyebabkan daya saing produksi terus menurun.
Pada umumnya perbankan masih suka mencari sektor usaha yang risikonya kecil dan bisa terkendali. Bisnis perkebunan terutama sawit, pasarnya sangat jelas dan mudah terkendali./Ilustrasi Produk hortikultura-Bisnis
Pada umumnya perbankan masih suka mencari sektor usaha yang risikonya kecil dan bisa terkendali. Bisnis perkebunan terutama sawit, pasarnya sangat jelas dan mudah terkendali./Ilustrasi Produk hortikultura-Bisnis

Bisnis.com, BANDUNG - Kucuran kredit ke sektor hortikultura hingga saat ini dianggap masih rendah sehingga menyebabkan daya saing produksi terus menurun.

Pengamat Pertanian dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Tomy Perdana mengaku pembiayaan untuk sektor hortikultura masih rendah bila dibandingkan sektor lainnya.

Dia mencontohkan sekitar 80% pembiayaan perbankan untuk sektor pertanian diarahkan untuk perkebunan skala besar.

Dia menjelaskan pada umumnya perbankan masih suka mencari sektor usaha yang risikonya kecil dan bisa terkendali. Bisnis perkebunan terutama sawit, pasarnya sangat jelas dan mudah terkendali.

"Berbeda dengan produk hortikultura yang harganya cenderung fluktuatif sehingga hal ini pasti akan sangat dihindari oleh perbankan," katanya, Selasa (24/2/2015).

Pada sisi lain, bantuan dalam bentuk uang tunai yang dilakukan oleh korporasi dalam bentuk corporate social responsibility (CSR) dianggap tidak mendidik sehingga kurang memacu petani untuk terus tumbuh. Petani yang mendapatkan bantuan tersebut tidak disertai dengan aturan yang jelas untuk semakin berkembang.

“Maka dari itu, pemerintah harus menginisiasi gerakan pembiayaan rantai nilai. Untuk membantu petani agar mampu mengendalikan tingginya risiko bisnis yang mereka alami dan kejelasan pasar untuk menerima produk mereka,” ujarnya.

Dengan begitu, katanya, rantai suplai yang visioner haruslah mempunyai cengkeraman pasar kuat dan yang memerlukan dukungan produksi dari petani-petani.

Upaya tersebut perlu mendapatkan pembinaan dan pendampingan secara berkelanjutan guna membentuk rantai nilai dalam menghadapi tuntutan pasar. 

Tuntutan pasar yang dimaksud tentu adanya sistem penjaminan mutu dan produksi ramah lingkungan.  “Untuk itu, pengembangan rantai nilai agribisnis hortikultura  perlu kerja sama salah satunya dengan menggandeng partner industri yang mempunyai pasar cukup beragam seperti supermarket,” katanya.

Ketua Harian DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadja mengatakan sejumlah tantangan seperti penerapan teknologi yang digunakan oleh petani menjadi kendala tersendiri produk hortikultura mampu berdaya saing terlebih saat pasar bebas Asean.

Padahal, penggunaan teknologi modern bisa meminimalisir anomali cuaca yang kerap terjadi selama ini terhadap produksi hortikultura. Namun, kurangnya intensifitas pemerintah untuk menggenjot penerapan teknologi terhadap petani kurang dilakukan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper