Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha truk mengklaim usahanya terancam mengalami kerugian hingga Rp6 triliun akibat banjir di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Wakil Ketua II Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Sugi Purnoto mengatakan kerugian tersebut didapatkan dengan asumsi beban biaya operasional yang dikeluarkan untuk satu truk Rp1,2 juta per hari, sementara jumlah minimum truk yang beroperasi di DKI Jakarta dan sekitarnya mencapai 5.000 unit per hari.
Akibat banjir, imbuhnya, truk yang semestinya beroperasi itu terpaksa terjebak di tengah banjir, sehingga tidak mencapai lokasi pergudangan para pelanggan. "Bergerak tapi tidak menghasilkan income. Artinya, lost cost Rp1,2 juta per truk per hari," ujarnya, Senin (9/2/2015).
Menurutnya, banjir yang melanda DKI Jakarta pada Senin (9/2/2014) telah menggangu aktivitas pengoperasian truk angkutan logistik. Jika kondisi jalan di DKI Jakarta dan sekitarnya masih mengalami banjir hingga beberapa hari ke depan, tentunya kerugian operator akan berlipat ganda.
"Kalau hingga Kamis dan Jumat [waktu puncak pengiriman barang] tidak surut, Ini akan melumpuhkan [usaha]."
Adapun, untuk hari Senin biasanya angkutan logistik lebih banyak untuk angkutan impor dan angkutan Jabodetabek. Kendati berada di hari Senin, kondisi itu telah memberikan dampak efek lanjutan terhadap distribusi barang secara keseluruhan, salah satunya aktivitas di pelabuhan.
Untuk menyiasati kondisi seperti ini, imbuhnya, biasanya para pengusaha menjadwalkan ulang waktu pengiriman barang yang tidak menerapkan penalti pada kontrak kerja sama. Dengan begitu, para pengusaha hanya perlu mengeluarkan beban biaya Rp100 ribu kepada para sopir dan asisten sopir.
"Tapi potensi income Rp2,5 juta per hari per truk hilang."
Pada sisi lain, Pengusaha angkutan darat kehilangan potensi pendapatan akibat banjir yang melanda DKI Jakarta hingga 50%. Ketua DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Organda Provinsi DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan hampir seluruh jalan di Ibu Kota Negara mengalami kelumpuhan.
Kendati tidak seluruh ruas jalan tergenang air, operasi angkutan darat tidak dapat berjalan mengingat lokasi akses jalan terputus. Belum lagi bagi kemacetan yang diakibatkan banjir. "Hampir semuanya lumpuh. Karena dampak dari satu tempat [banjir] mempengaruhi yang lain," ujarnya.
Kondisi tersebut, imbuhnya, berimbas terhadap kerugian operator angkutan jalan. Tidak berbeda dengan tahun lalu, banjir yang terjadi kali ini menyebabkan perusahaan kehilangan pendapatan lebih dari 50%.
Bahkan, imbuhnya, beberapa perusahaan mengalami kehilangan pendapatan sampai 100% karena kendaraan tidak bisa beroperasi. "Bisa lebih 50%," ujarnya.
Sementara itu, perusahaan angkutan jalan juga perlu mengalokasikan beban biaya perawatan kendaraan lebih besar. Kendati perusahaan telah mengalokasikan dana tersebut.
Namun, jika banjir tengah terjadi biasanya beban biaya perawatan jauh lebih besar. Untuk biaya perbaikan kendaraan yang mengalami turun mesin membutuhkan dana sekitar Rp7 juta-Rp10 juta per unit.
"Anggaran ada, tapi besarannya tidak bisa diprediksi karena dampak banjir.
Untuk itu, dia mengharapkan Pemprov DKI Jakarta segera mengeluarkan aturan teknis dari pengoperasian jenis taksi small and PV. Jenis taksi yang memiliki bentuk yang lebih tinggi ketimbang kendaraan taksi sedan itu mampu mengangkut enam sampai tujuh penumpang sekaligus. "Armadanya kami siap. Ini bisa terjang banjir."