Bisnis.com, SEMARANG - Kebijakan pemerintah soal pertembakauan dinilai menjadi hambatan produsen dalam meningkatkan pemasaran dan volume. Pasalnya regulasi dalam RUU Pertembakauan mencakup beberapa substansi yang mengimpit petani.
Dalam RUU Pertembakuan setidaknya mencakup pembatasan impor tembakau maksimal 20%, mengingat pembelian tembakau dari luar negeri pada tahun lalu tercatat mendekati 50% dari jumlah tembakau lokal.
Larso Ngariyanto, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Blora, mengatakan regulasi pertembakauan yang diusung pemerintah tidak serta merta memberikan angin segar untuk petani.
“Nyatanya, produksi mau tidak mau harus turun karena kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada kita. Kebijakan 10 tahun terakhir telah menekan petani, aturan cukai membuat industri pabrikan banyak yang tutup, imbasnya juga petani tembakau,” katanya, Rabu (4/2/2015).
Selain itu, beberapa regulasi yang menjadi dilema petani tembakau antara lain UU Kesehatan 36/2009 tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan dan UU Penangggulangan Dampak Produk Tembakau terhadap kesehatan.
Atas dasar itu, petani tembakau meminta pemerintah pusat menolak Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). “Kalau ikut aturan FCTC harus mengikuti tata cara pemasaran, itu berat,” ujarnya.