Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Formasi Apresiasi Sikap Presiden Jokowi yang Belum Ratifikasi FCTC

Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang belum meratifikasi Frame Convention Tobacco Control (FCTC).
Pabrik rokok/samperna.com
Pabrik rokok/samperna.com

Bisnis.com, MALANG - Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang belum meratifikasi Frame Convention Tobacco Control (FCTC).

Ketua Harian Formasi Heri Susianto mengatakan apa yang disampaikan Presiden terkait mengapa tidak meratifikasi FCTC sepenuhnya karena pertimbangan kepentingan nasional. “Intinya ekonomi nasional mandiri,” ujarnya di Malang, Jumat (17/6/2016).

Persoalan industri tembakau, kata dia, tidak hanya terkait dengan sumbangan cukai yang relatif besar atau 10% dari total penerimaan APBN 2016, namun menyangkut kepentingan ekonomi dari hulu sampai hilir.

Di sektor pertanian, setidaknya menyangkut kepentingan petani tembakau dan cengkeh. Belum lagi tenaga kerja yang juga banyak berada di pedesaan sehingga dapat mendorong perekonomian di wilayah tersebut.

Jika FCTC diratifikasi, kontrol terhadap industri tembakau dan produksi tembakaunya sendiri makin ketat bahkan dapat dinilai sebagai pengaturan suatu yang tidak masuk akal.

Namun kalangan industri tembakau, kata Heri, bukan berarti anti terhadap regulasi. Pengaturan produksi dan peredaran harus diawasi. Begitu juga konsumsinya. Karena alasan itulah, Formasi minta agar Presiden tidak meratifikasi FCTC karena alasan kepentingan kemandirian perekonomian nasional.

Jika FCTC diratifikasi, maka jelas akan menyulitkan pertanian tembakau dan cengkeh, terutama dari kalangan industri tembakau.

Yang harus disadari, sebagai negara maju, justru Amerika Serikat dan China tidak meratifikasi FCTC. Dengan demikian, pada tempatnyalah Indonesia tidak ikut-ikutan meratifikasi FCTC sehingga mendahulukan kepentingan nasional.

Menurut dia, tata kelola regulasi industri tembakau sudah mengarah pada kondusif. Sudah ada saling pengertian dan komunikasi yang timbal-balik antara regulator dan industri.

Seperti saat pemerintah akan menetapkan tarif cukai, pemerintah meminta pendapat dari asosiasi. Begitu juga dengan kebijakan-kebijakan yang lain, pemerintah tetap mengajak asosiasi berembuk membicarakan masalah bersama.

Contoh kebijakan yang cukup positif bagi industri kecil rokok, terkait dengan tarif cukai untuk sigaret kretek tangan (SKT) yang ringan, bahkan ada pembebasan tarif untuk untuk SKT yang tidak naik untuk golongan III B dengan tingkat produksi 50 juta batang per tahun.

Dengan relatif rendahnya tarif cukai untuk SKT, maka saat ini produksi SKT mulai tumbuh. Pelakumya justru perusahaan rokok (PR) golongan II dan III karena PR golongan I sudah banyak yang meningglkan bisnis ini, produksi SKT, setidaknya sangat berkurang produksinya.

“Padahal dari sisi penyerapan tenaga kerja, SKT sangat banyak menyerap tenaga kerja karena lebih bersifat padat karya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper