Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akan mengganti bentuk impor Grand Parent Stock (GPS) dan Grand Grand Parent Stock (GGPS) dengan telur tetas untuk menghindari resiko terjangkitnya virus H5N8 yang saat ini melanda negara pengekspor.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan virus flu burung dengan jenis yang lebih kompleks tersebut ditemui di negara produsen DOC seperti Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Australia.
Saat ini, dia mengatakan hanya dua negara produsen GPS dan GGPS yang dinyatakan bebas virus H5N8, yaitu Prancis dan New Zealand.
Namun, dia mengatakan 92% kuota impor GPS dan GGPS dalam negeri selama ini dipenuhi dari Amerika Serikat sehingga moyang ayam dari negara itu akan diimpor dalam bentuk telur tetas untuk menghindari resiko terjangkitnya virus.
"Flu burung yang ada di negara itu ternyata berbeda dengan melanda kita (H5N1). Padahal, Amerika itu biosecurity-nya ketat. Nah ini kita sangat khawatir sekali,"katanya ditemui usai Rapat Kerja Menteri Pertanian RI Dengan Komisi IV DPR, Senin, (19/1/2015).
Syukur mengatakan kuota impor telur tetas akan disesuaikan dengan kuota impor GPS tahun ini yang menurun menjadi 665.000 ekor dari tahun sebelumnya 720.000 ekor.
Dia menjelaskan persentase keberhasilan telur tetas menjadi GPS sebesar 80%, "kalau DOCnya 665.000 dan kita mau datangkan telur tetasnya dengan persentase 80%, maka dikalikan saja."
Dengan perhitungan 665.000 ekor dikalikan 100 dibagi 80 (persen), maka kuota impor telur tetas yang diperlukan mencapai 831.250 butir.
Namun, angka itu merupakan angka keseluruhan dari impor GPS apabila seluruh pemenuhannya dilakukan melalui negara yang positif terjangkit H5N8.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan virus flu burung dengan jenis yang lebih kompleks tersebut ditemui di negara produsen DOC seperti Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Australia.
Saat ini, dia mengatakan hanya dua negara produsen GPS dan GGPS yang dinyatakan bebas virus H5N8, yaitu Prancis dan New Zealand.
Namun, dia mengatakan 92% kuota impor GPS dan GGPS dalam negeri selama ini dipenuhi dari Amerika Serikat sehingga moyang ayam dari negara itu akan diimpor dalam bentuk telur tetas untuk menghindari resiko terjangkitnya virus.
"Flu burung yang ada di negara itu ternyata berbeda dengan melanda kita (H5N1). Padahal, Amerika itu biosecurity-nya ketat. Nah ini kita sangat khawatir sekali,"katanya ditemui usai Rapat Kerja Menteri Pertanian RI Dengan Komisi IV DPR, Senin, (19/1/2015).
Syukur mengatakan kuota impor telur tetas akan disesuaikan dengan kuota impor GPS tahun ini yang menurun menjadi 665.000 ekor dari tahun sebelumnya 720.000 ekor.
Dia menjelaskan persentase keberhasilan telur tetas menjadi GPS sebesar 80%, "kalau DOCnya 665.000 dan kita mau datangkan telur tetasnya dengan persentase 80%, maka dikalikan saja."
Dengan perhitungan 665.000 ekor dikalikan 100 dibagi 80 (persen), maka kuota impor telur tetas yang diperlukan mencapai 831.250 butir.
Namun, angka itu merupakan angka keseluruhan dari impor GPS apabila seluruh pemenuhannya dilakukan melalui negara yang positif terjangkit H5N8.
Syukur mengatakan mekanisme kuota importasi telur tetas dari negara yang terjangkit virus Flu Burung dan impor bentuk GPS dari negara yang bebas virus diserahkan langsung kepada perusahaan.
“Tapi, saya rasa akan lebih banyak tetap dari Amerika (bentuk telur) karena jenis GPS yang dikeluarkan Amerika berbeda dengan yang dihasilkan Prancis,” katanya.
Sementara itu, dia mengatakan kuota impor GPPS akan dibebaskan mengingat kebutuhan yang tidak terlalu banyak sekitar 14.000 ekor pada 2015.