Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penenggelaman Kapal Ikan Asing Rusak Hubungan Bilateral dan Ekosistem

Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti menenggelamkan kapal nelayan asing ilegal diniilai keliru karena lebih banyak merugikan Indonesia.
/Antara
/Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan menenggelamkan kapal nelayan asing ilegal diniilai keliru karena lebih banyak merugikan Indonesia.

Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Harjo mengatakan setidaknya ada empat kerugian besar yang akan ditanggung Indonesia apabila pemerintah menenggelamkan kapal asing yang dituduh mencuri ikan di perairan nusantara.

Pertama, ungkap Bambang, penghancuran kapal nelayan asing itu tidak baik bagi hubungan bilateral sebab kapal itu sebenarnya sama dengan wilayah suatu negara apabila berada di wilayah negara lain.

Setiap kapal memiliki flag state sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mengibarkan bendera negara tertentu.

“Kalau dibom untuk ditenggelamkan, sama saja dengan mengebom wilayah negara lain. Ini akan merusak hubungan bilateral, pemerintah jangan hanya pencitraan tetapi harus bertindak tepat dan bijaksana,” katanya, Kamis (8/1/2015).

Menurut Bambang, kapal ikan ilegal itu lebih baik tidak dihancurkan dan ditenggelamkan sebab negara bisa mendapatkan manfaat dari kapal itu melalui lelang atau dimanfaatkan oleh nelayan.

“Nelayan asing kapal ilegal itu bisa ditahan dan diminta ganti rugi, dan kapal mereka bisa disita. Pemerintah juga bisa menuntut ke negara nelayan asing itu untuk minta ganti rugi atau mengumumkan kepada dunia bahwa ikan yang mereka jual adalah hasil curian,” ujarnya.

Kerugian kedua, lanjut Bambang, penenggelaman kapal akan mencemari lingkungan sebab banyak unsur-unsur anorganik dari bangkai kapal yang menjadi limbah berbahaya dan beracun (B3), seperti cat, oli, plastik, dan sebagainya.

Ketiga, merusak keindahan laut terutama bagi anak cucu di masa mendatang. Kapal tenggelam itu menjadi sampah di laut dan melanggar aturan IMO (International Maritime Organization) yang hanya membolehkan bahan organik yang dibuang ke laut.

“Bahan itu pun harus difilter dulu, antara lain melalui OWS [oil water separator] pada jarak minimal 36 mil dari pantai,” jelas Bambang, yang juga Ketua Komisi Tetap Infrastruktur Kadin Indonesia Bidang Pesisir dan Maritim.

Keempat, tutur Bambang, penenggelaman kapal berpotensi melanggar Undang-Undang No. 17/2015 tentang Pelayaran. Dalam UU itu, kapal yang tenggelam justru wajib diangkat atau diapungkan, apalagi jika mengganggu alur pelayaran.

Kerugian kelima, akan muncul persepsi atau pemikiran yang kurang baik bagi generasi mendatang mengenai asal-usul kapal tenggelam itu.

“Anak cucu kita nanti mengira bangsa Indonesia itu jorok, industri pelayarannya jelek sehingga banyak kapal tenggelam, dan tidak bisa menjaga ekosistem  dan keeindahan laut. Kita juga akan dicap belum siap menjadi bangsa maritim,” kata Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis :
Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper