Bisnis.com, SEMARANG— Kementerian Perdagangan mendorong para pedagang pasar tradisional untuk menonjolkan produk lokal guna mendukung perekonomian masing-masing daerah.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel memaparkan selama ini banyak pedagang bangga menjual produk impor dengan perolehan margin yang lebih tinggi daripada berjualan barang asli produk Indonesia.
“Jangan tergiur dengan harga murah. Apalagi produk itu tidak menggunakan labelisasi SNI (Standardisasi Nasional Indonesia),” paparnya di sela-sela peresmian Pasar Bulu Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/12/2014)
Penggunaan produk dalam negeri, ujar Rachmat, telah dimulai dengan kewajiban minum jamu satu pekan sekali yang diperuntukkan bagi semua pegawai di Kementerian Perdagangan.
Hal itu sebagai wujud kepedulian pejabat pemerintah untuk menggunakan produk jamu asli dalam negeri.
“Saya prihatin, sekarang ini banyak produk herbal impor yang membanjiri negeri ini. Makanya kami kampanyekan untuk menggunakan produk dalam negeri, salah satunya minum jamu,” ujarnya.
Pihaknya menargetkan pembangunan pasar tradisional se-Indonesia sebanyak 5.000 unit dalam kurun 15 tahun. Rachmat memaparkan konsep pasar tradisional yang akan dirancang tidak hanya sebatas pembangunan fisik, melainkan manajemen dan sistem logistiknya.
Kendati demikian, pihaknya mengakui dana pembangunan pasar tradisional masih belum dihitung secara detail. Roadmap pembangunan 5.000 pasar tradisional, ujar dia, telah mencuat sejak dia menjabat Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri atau Kadin.
“Itulah goal yang saya buat sejak di Kadin. Karena saya sekarang menjadi Menteri Perdagangan, bagaimana saya merealisasikan dengan rencana yang saya buat,” papar Rachmat.
Dia mengatakan pasar tradisional sangat efektif untuk mempromosikan produk lokal atau produk khas dalam negeri. Pihaknya optimis dengan keunggulan produk dalam negeri mampu bersaing dengan produk luar negeri yang sekarang sudah membanjiri Indonesia.
Rachmat mengatakan Pasar Bulu Semarang ke depan harus memiliki ciri khas yang bisa mendorong wisatawan untuk berkunjung di pasar yang terletak di jantung Kota Semarang ini.
“Pasar ini harus menjadi kebanggaan warga Semarang. Konsep promosi harus mengedepankan ciri khas produk unggulan dalam negeri, misalnya batik dan jamu, jangan sampai produk dalam negeri diklaim negara lain,” ujarnya.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyatakan renovasi Pasar Bulu dilakukan karena membeludaknya pedagang ke jalan raya dan kumuhnya kondisi pasar tersebut. Oleh karena itu, ujarnya, Pemkot Semarang mendorong perbaikan pasar tradisional yang menelan anggaran senilai Rp67,8 miliar. Rincian anggaran renovasi pasar diperoleh dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN, APBD Provinsi Jateng dan APBD Kota Semarang.
“Konsep pasar ini mempertahankan nuansa tradisonal, tapi secara fisik tidak kalah dengan pasar modern. Jadi kami sebut pasar tradisional modern,” ujarnya. (Bisnis.com)