Bisnis.com, JAKARTA--Defisit transaksi berjalan 2015 diperkirakan belum akan mencapai level sehat 2,5% terhadap produk domestik bruto. Tekanan impor masih mengintai sejalan dengan strategi pemerintah bertumpu pada investasi sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
Tim riset Mandiri Sekuritas memperkirakan defisit transaksi berjalan tahun depan akan 2,8% terhadap PDB. Kendati membaik dari performa dua tahun terakhir, tekanan impor bahan baku dan barang modal seiring langkah pemerintah mengundang investasi, membuat penyempitan defisit menjadi terbatas.
Peluang perbaikan muncul setelah pemerintah menaikkan harga BBM subsidi Rp2.000 per liter yang dapat mengurangi konsumsi masyarakat sekaligus menjegal aksi penyelundupan bahan bakar ke luar negeri.
Dalam hitungan Mandiri, penurunan konsumsi akan mempersempit defisit transaksi berjalan US$1,2 miliar setara 1,02% terhadap PDB.
“Namun, ketika investasi jalan, impor otomatis meningkat karena sebagian barang modal belum kita punyai,” kata ekonom PT Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra, Selasa (23/12/2014).
Pemerintah menargetkan investasi sebagai pemicu utama pertumbuhan ekonomi tahun depan untuk mengompensasi perlemahan ekspor dan laju konsumsi rumah tangga yang konstan.
Pada bagian investasi pemerintah, Presiden Joko Widodo menggalakkan pembangunan infrastruktur pangan, transportasi publik, energi, maritim dan kelautan, serta komunikasi dan informasi untuk mendukung e-government.
Data Mandiri menyebutkan sekitar 60% kebutuhan bahan baku dan barang modal sektor konstruksi harus diimpor. Kebutuhan impor lebih besar lagi di sektor migas, yakni mencapai 90%.
Dengan performa transaksi berjalan yang belum sepenuhnya membaik ini, Mandiri memperkirakan Bank Indonesia menahan suku bunga acuan di level 7,75% sepanjang tahun.
BI sebelumnya menetapkan defisit 2,5% terhadap PDB sebagai level yang berkelanjutan karena mampu dikompensasi oleh surplus modal dan finansial. Adapun tahun ini, defisit diprediksi 3% terhadap PDB setelah tahun lalu mencapai 3,3% terhadap PDB.