Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menerbitkan Surat Edaran Bersama terkait penunjukkan langsung bibit dan jasa perbaikan irigasi tersier dalam rangka upaya khusus pencapaian swasembada padi, jagung, dan kedelai.
Surat Edaran Bersama tersebut ditandatangani oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Jaksa Agung M. Prasetyo, Wakil Kapolri Badrodin Haiti, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Indonesia harus mencapai swasembada pagi, jagung, dan kedelai dalam 1-3 tahun ke depan. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan lima faktor pendukung, yakni bibit berkualitas, pupuk tepat waktu, pengairan yang direhabilitasi, penyuluh pertanian, serta alat dan mesin pertanian.
"Pertanian harus tepat waktu. Karena itu dalam hal ini susah tender yang beginian, tidak perlu tender. Harga ditentukan," kata JK di kantornya, Senin (15/12/2014).
Langkah itu dinilai akan mempersingkat waktu pengadaan prasarana pertanian.
Berkaca dari pengalaman 2-3 tahun terakhir, lanjutnya, tender bibit dan pupuk pertanian memakan waktu 45 hari dengan realisasi harga yang lebih tinggi dibandingkan harga tender. Di sinilah, proyek pengadaan bibit dan pupuk rawan mafia dan aksi korupsi.
"Karena itu kita butuhkan Surat Edaran Bersama agar Kepolisian dan Kejaksaan di pusat sampai Kapolsek, sampai Kejari mengetahui bahwa ini tidak melanggar aturan, tidak melanggar UU, tidak melanggar Keppres," ujar Kalla.
Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 172/2014 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Revisi Perpres tersebut berfokus pada Pasal 38 tentang penunjukkan langsung terhadap satu penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya.
Dengna menerapkan sistem pengadaan bibit dan perbaikan irigasi tersier dengan penunjukkan langsung, pemerintah akan menetapkan spesifikasi kualitas dan harga patokan untuk setiap daerah. Harga patokan tersebut dirumuskan berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementan dan BPKP.
"Sebenarnya tanpa surat edaran tidak apa-apa, tetapi pengalaman kita di Indonesia orang lebih cepat dan berani kalau didukung oleh penegak hukum dan mencegah hal-hal yang mereka khawatirkan," imbuhnya.