Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Morowali, Langkah Awal Menyebar Industri ke Luar Jawa

Pemerintah menargetkan pembangunan 15 kawasan industri guna memperkuat pengembangan sektor nonmigas. Dari jumlah itu 13 berlokasi di luar Jawa dan 2 di Jawa.
Pabrik stainless steel pertama diperkirakan mulai dibangun awal 2016 dan selesai 2017 selesai. /Bisnis.com
Pabrik stainless steel pertama diperkirakan mulai dibangun awal 2016 dan selesai 2017 selesai. /Bisnis.com

Bisnis.com, MOROWALI - Kementerian Perindustrian menargetkan pembangunan 15 kawasan industri guna memperkuat pengembangan sektor nonmigas. Dari jumlah tersebut 13 berlokasi di luar Jawa dan dua di Jawa.

Sebagai langkah awal, pada 5 Desember, Menteri Perindustrian Saleh Husin telah meresmikan Kawasan Industri Morowali Tsingshan (KIMT) yang sekaligus menjadi kado ulang tahun ke 15 kabupaten tersebut.

“Ini adalah kado terindah dari Pak Halim untuk Morowali pada ulang tahun ke-15 Morowali,” ujar Bupati Morowali Anwar Hafid kepada Presiden Komisaris PT Sulawesi Mining Investment (SMI) Halim Mina saat menyampaikan sambutan.

PT SMI merupakan korporasi hasil patungan antara Bintang Delapan Group dan Tsingshan Group. Perseroan ini dimandati menggarap proyek pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel berkapasitas 300.000 wet metric tons (WMT) nikel pig iron (NPI) per tahun.

Pembangunan fasilitas ini dibarengi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 2x65 megawatt. Pengerjaannya kini mencapai 85% dari target dan diharapkan selesai pada April 2015.

KIMT merupakan proyek kawasan industri pertama yang diresmikan Saleh Husin sejak menjabat sebagai menteri pada Oktober 2014.

Dia menyebut PT Indonesia Morowali Industrial Park dan grupnya menjadi pionir dalam mengembangkan kawasan industri berbasis nikel di lokasi terpencil secara terintegrasi dari hulu ke hilir.

“Ke depan berkembangnya industri-industri hilir di kawasan ini akan menyerap 80.000 tenaga kerja,” ucap Saleh.

Okupansi kawasan industri tersebut ditargetkan mencapai 100% dalam 10 tahun. KIMT dibangun dengan luar 1.200 hektare (ha) yang akan dikembangkan menjadi 2.000 ha.

Total investasi proyek KIMT mencapai US$4,2 miliar sampai dengan 2018. Kawasan ini dilengkapi dengan bandar udara berlandasan pacu sepanjang 1.850 meter senilai US$15 juta dan pelabuhan US$20 juta.

Presiden Komisaris PT Sulawesi Mining Investment (SMI) Halim Mina mengatakan pola pembangunan kawasan industri ini berbeda dengan cara yang digunakan dalam mengembangkan kawasan industri pada umumnya.

Pencarian tenant (perusahaan yang mau masuk ke kawasan industri) biasanya setelah pembangunan kawasan industri rampung.

“Sedangkan pola Kawasan Industri Morowali Tsingshan [KIMT] ini polanya dibangun dulu pabrik smelter sebagai champion termasuk infrastruktur pendukung kemudian mencari perusahaan yang akan olah hasil industri stainless steel,” tutur Halim.

Lahan di KIMT lebih cepat habis karena sejalan dengan pembangunan smelter dan infrastruktur pendukung, SMI sudah punya jalinan komitmen dengan para calon tenant yang tak lain adalah para mitra Tsingshan Group di China.

“Pembangunan kawasan industri ini implementasi nota kesepahaman presiden Indonesia dan China pada 13 Oktober 2013 di Jakarta. Dibuatlah perusahaan patungan antara Tsingshan dan Bintang Delapan,” ucap Halim.

Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Imam Haryono mengatakan pola pengembangan wilayah industri seperti yang diterapkan SMI memang lebih efisien.

“Kalau kita bangun kawasan industrinya dulu kadang harganya diatur nanti, kalau tenan dulu ada kepastian kan,” ucapnya kepada Bisnis.com.

Pengembangan kawasan industri memang bisa menganut dua pola, membangun kawasan industri dulu baru mencari penyewa atau menjalin komitmen dengan penyewa dulu sebelum kawasan industri selesai dibangun.

Yang pasti kawasan industri seharusnya memiliki fokus kepada sektor tertentu.

KIMT, sebagai contoh, fokus kepada pengolahan nikel dari hulu sampai hilir. Pada sisi hilir dilakukan pengembangan diversifikasi produknya sehingga pengoperasiannya efiesien.

Setidaknya dalam pengembangan kawasan industri sebelum tenant masuk sudah ada industri champion yang dirintis, misalnya KIMT menjalankan penghiliran dari nikel. “Tentunya dalam bisnis pola yang dipakai Tsingshan lebih aman,” tutur Imam.

NILAI INVESTASI

Pembangunan KIMT secara keseluruhan terbagi menjadi tiga tahap dengan investasi US$4,2 miliar sampai 2018.

Proyek ini merambah dari sektor hulu sampai hilir berbekal nikel dari tambang milik Bintang Delapan Group yang berjarak sekitar 32 kilometer dari kawasan industri.

Pembangunan KIMT tahap pertama seluas 230 ha meliputi smelter nikel berkapasitas 300.000 WMT dan pembangkit listrik bertenaga uap (PLTU) 2x65 megawatt. Pengembangannya kini mencapai 85% dan diharapkan pada April 2015 mulai beroperasi.

Setelah itu, akan dibangun smelter kedua berkapasitas 600.000 WMT dan PLTU 2x150 mw ditargetkan tuntas pada Desember 2015. Untuk smelter ketiga berkapasitas 300.000 ton akan didampingi dengan PLTU 300 mw.

Setelah smelter pertama dan kedua selanjutnya akan merambah ke pembangunan dua pabrik stainless steel berkapasitas masing-masing 1 juta ton per tahun diharapkan selesai pada 2017.

Fasilitas produksi ini akan menggunakan feronikel hasil olahan smelter dicampur ferochrome yang diimpor dari Zimbabwe. “Tidak banyak ferochrome itu, sekitar 30% saja dan yang lebih banyak 70% adalah feronikel,” ucap Halim.

Selanjutnya baru memasuki pembangunan kawasan industri tahap kedua seluas 400 ha untuk industri turunan stainless steel sekitar 30 - 50 perusahaan. Selain itu juga akan dikembangkan berbagai fasilitas, seperti perumahan, hotel, area komersial, dan rumah sakit.

CEO PT KIMT Alexander Barus mengatakan setelah membangun smelter dan pembangkit listrik barulah merambah pabrik stainless steel. “Untuk satu pabrik stainless steel itu investasinya sekitar US$150 juta jadi total US$300 juta,” ucapnya.

Pabrik stainless steel pertama diperkirakan mulai dibangun awal 2016 dan selesai 2017 selesai. Fasilitas produksi kedua akan digarap mulai awal 2017 dan ditargetkan kelar pada 2018. Dua pabrik ini akan menghasilkan stainless steel hot rolled plates.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Jumat (12/12/2014)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper