Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI PENGECORAN LOGAM: Mayoritas dari Jepang

Saat ini, mayoritas perusahaan pengecoran logam (foundry) yang ada di Indonesia berasal dari Jepang. Bentuknya dapat berupa perusahaan patungan investor Jepang - Indonesia atau seutuhnya dimiliki pemodal dari Negeri Sakura.
 Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Saat ini, mayoritas perusahaan pengecoran logam (foundry) yang ada di Indonesia berasal dari Jepang. Bentuknya dapat berupa perusahaan patungan investor Jepang - Indonesia atau seutuhnya dimiliki pemodal dari Negeri Sakura.

Investasi di bidang foundry dinilai HAPLI terus bertumbuh. Selama dua tahun terakhir terjadi relokasi beberapa perusahaan pengecoran logam asal Jepang ke Indonesia. "Tiga pabrik besar dari Jepang relokasi ke sini," ucap Ketua Himpunan Ahli Pengecoran Logam Indonesia (HAPLI) Yos Rizal Anwar, di Jakarta, Rabu (10/12/2014).

Dirjen Industi Logam Dasar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Irmawan berpendapat tren relokasi perusahaan Jepang ke Indonesia bukan baru terjadi pun tak hanya ada di sektor pengecoran logam.

"[Mereka relokasi] karena di sini lebih dekat dengan pasar dan pasarnya banyak di sini. Relokasi ini mulai dari industri pengecoran, casting, maupun permesinan," ucapnya.

Saat ini terdapat 33 perusahaan foundry besar berbasis ferrous dengan kapasitas terpasang 160.000 ton per tahun, sembilan perusahaan berbasis alloy steel 10.000 ton, 16 perusahaan besar dan 20 skala kecil menengah (IKM) untuk nonferrous (aluminium)dengan total kapasitas 75.000 ton, dan tiga perusahaan pendaurulang baterai dan aki bekasdengan kapasitas 52.000 ton.

Selain itu ada pula sekitar 400 - 500 perusahaan skala kecil dan menengah dengan total kapasitas terpasang 150.000 ton per tahun. Mereka tersebar di berbagai wilayah, yaitu Klaten, Sukabumi , Tegal, Medan, dan Bandung. Ratusan IKM ini memproduksi komponen otomotif after market, peralatan rumah tangga, pipa ulir casting, dan lain-lain.

Dalam aktivitas produksi, para perusahaan di sektor pengecoran logam mengandalkan mesin-mesin produksi dari luar negeri, seperti Jerman, Jepang, dan ada pula dari China. "Mesin-mesin masih memakai produk impor," ujar Budi.

Mesin asal Eropa menjadi salah satu andalan karena diakui kualitasnya meskipun harganya mahal, seperti Jerman. Ekspor mesin dari Jerman tahun lalu sebesar 30% dari seluruh nilai ekspor negara itu ke Indonesia setara dengan EUR932 juta, turun 15,4% terhadap perolehan pada 2012.

"Penurunan impor mesin dari Jerman karena depresiasi rupiah. Sekalipun kita minta diskon harga tetap saja rupiah kita terdepresiasi. Memang [kemungkinan turun] karena ada beberapa mesin yang sudah bisa kita bikin sendiri," kata Yos.

Jerman mengekspor pula mesin-mesin untuk aplikasi metalurgi senilai EUR11,4 juta pada tahun lalu. Aktivitas metalurgi yang dimaksud ialah smelting, rolling mill, dan peralatan teknologi thermprocess.

Untuk mendorong perkembangan industri penunjang yang membuat mesin-mesin produksi dibutuhkan keberpihakan dari pemerintah. Dalam hal ini pemerintah harus memberikan pesanan untuk merangsang produktivitas.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper