Bisnis.com, BANDUNG – Pemerintah diharapkan bisa mengambil kesempatan penghematan bahan bakar minyak bersubsidi dengan menggiatkan pemakaian bahan bakar nabati nasional sekaligus untuk menyimpan ketersediaan bahan bakar fosil.
Sekjen Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia Paulus Tjakrawan mengatakan penghematan BBM bersubsidi sebaiknya juga dikembalikan dalam bentuk konversi energi, yakni dengan menggalakkan pemakaian biofuel di Indonesia.
“Dana yang dibuang untuk kebutuhan energi fosil, kini, jangan hanya untuk bahan bakar nabati saja, juga diarahkan untuk ketahanan energi,”katanya dalam konferensi pers Indonesia Palm Oil Conference, Kamis, (27/11/2014).
Sampai saat ini, dia mengatakan, pelaku usaha masih menunggu pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan baru terkait biofuel, mengingat pemerintah telah menargetkan program pencampuran bahan bakar nabati dan solar sebesar 20% atau B20 pada 2016.
Saat ini saja, program B10 yang dicanangkan belum mencapai target. Dia mengatakan penyerapan biofuel di dalam negeri baru 1,65 juta kl dari target awal yang mencapai 3 juta kl pada tahun ini.
Sementara itu, penyerapan biofuel ke luar negeri mencapai 1,4 juta kl sampai Oktober dengan stok mencapai 400.000 ton. Dengan kondisi ini, dia menargetkan penyerapan akhir tahun dapat mencapai 2 juta kl di dalam negeri.
“Kita tentunya menunjang adanya program renewable energy, bagaimana implementasinya itu yang kita tunggu, sementara dari industri kita tidak bisa menunggu,” katanya.
Paulus berharap pada 2015, pemerintah dapat mempercepat penyerapan program ini. Sehingga pada 2016, pemakaian biofuel dapat mencapai 7 juta kl di dalam negeri.
Dia juga mengusulkan adanya harga indeks yang tepat untuk menunjang percepatan program biofuel. Dia mengatakan seharusnya kebijakan harga biofuel mengacu pada bahan bakunya, tidak mengacu pada indeks Mean of Platts Singapore (MOPS) .