Bisnis.com, BANDUNG – Pelaku usaha menilai regulasi yang tidak sinergis antar Kementerian dengan sikap Presiden Joko Widodo yang ingin membuka peluang investasi. Itulah tantangan utama dalam pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit kedepannya.
Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan peraturan Kementerian cenderung tabrakan dan tidak mendukung kepentingan nasional untuk mengedepankan komoditas unggulan sebagai alat penggenjot devisa negara.
Peraturan yang dimaksud Joko yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Beleid itu mengatur penetapan kawasan lindung seluas 30% dari seluruh kesatuan hidrologis gambut, fungsi lindung tebal gambut yang mencapai 3 meter serta ketentuan air muka gambut yang menyulitkan dunia usaha yaitu minimal 0,4 meter.
Aturan memberatkan lainnya tercantum dalam UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Di dalam UU itu, diatur tentang hukuman pidana apabila perusahaan diketahui membeli hasil hutan atau perkebunan dari petani yang menanam di kawasan yang ditetapkan sebagai hutan.
“Pijakan UU ini tidak mendukung dan bisa membuat kita menjauh (dengan petani swadaya),” katanya seusai acara Indonesia Palm Oil Conference, Kamis, (27/11/2014).
Dia berharap ada pembenahan regulasi dengan menetapkan peta jalan komoditas strategis oleh pemerintah yang kemudian di konsolidasikan dengan baik antar Kementerian sehingga regulasi tidak memberatkan iklim investasi.
“Karena di satu pihak, Presiden ‘jualan’ di luar negeri untuk investor, di pihak lain ada regulasi yang menghambat investasi,” ujarnya.