Bisnis.com, SERANG—Pelaku usaha logistik Provinsi Banten meminta pemerintah untuk memperbaiki sistem logistik di wilayah ini dengan menerapkan sistem integrasi hub storage, long distance transport, dan feeder untuk menakan biaya tinggi.
Cahyo Hendro Atmoko, Business Development Manager PT Buana Centra Swakarsa (BCS Logistics), mengatakan kendati biaya bongkar muat di pelabuhan Banten jauh lebih murah dibandingkan dengan Jakarta, Surabaya, dan Semarang, namun, tidak adanya sistem terintegrasi serta keseimbangan barang masuk dan keluar menjadikan ongkos logistik lebih mahal.
“Biaya penumpukan dan lainnya murah, namun, volume barang masuk tidak seimbang dengan keluar mengakibatkan penggunaan kontainer tidak maksimal. Truk datang dalam keadaan kosong tidak mengangkut barang, ini menyebabkan freight lebih mahal dari Tanjung Priok,” ujarnya di Serang, Senin (24/11/2014).
Saat ini, ujarnya, dari 1.570 unit industri sedang dan besar yang ada di Banten, volume ekspor hanya 4,45 juta ton, sementara volume impor mencapai 19,125 juta ton per tahun. Ketidakseimbangan ini yang meningkatkan ongkos logistik dari Banten.
Selain itu, lanjutnya, permasalahan ketersediaan kargo yang fluktuatif, integrasi intermoda yang menimbulkan double cost handling, penyelesaian dokumen ekspor impor lebih lama dari ketentuan satu hari namun pelaksanaan dua hingga tiga hari mengakibatkan industri lebih memilih Tj. Priok.
Padahal, sebaran industri yang ditunjang dengan infrastruktur jalan tol dan tiga pelabuhan besar yakni Pelindo II, Krakatau Steel Group, dan Indah Kiat serta Bandara Internasional yang menjadi pintu arus barang masuk dan keluar memposisikan Banten sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi yang vital.
Sejumlah permasalahan lain yang harus segera diperbaiki oleh pemerintah untuk menekan ongkos logistik melalui Banten, lanjutnya, adalah penambahan jumlah depo kontainer. Saat ini, praktis Banten hanya memiliki dua depo, yaitu di Kragilan, Kab. Serang dan milik PT Indah Kiat.
Selain itu, lanjutnya, fungsi Pelabuhan Merak juga dapat direvitalisasi dengan penambahan depo kontainer, perbaikan infrastruktur serta penambahan jumlah destinasi negara tujuan ekspor. Destinasi negara melalui Merak, ujarnya, masih sangat terbatas.
“Butuh keberanian untuk memulai. Untuk meningkatkan aktivitas pelabuhan-pelabuhan di Banten, pemerintah, misalnya, dapat mengeluarkan imbauan agar industri di Banten menggunakan pelabuhan yang ada di wilayah ini,” ujarnya.
Nofrisel, Executive Board Asosiasi Logistik Indonesia, mengatakan untuk memperlancar arus barang, desain pembangunan infrastruktur untuk logistik di Banten harus disesuaikan dengan komoditas unggulan yang dimiliki banten.
“Misalnya, produk unggulan di Banten adalah Baja dan tekstil, maka infrastruktur yang disiapkan harus sesuai dengan karakter barang-barang tersebut. Pasalnya, penanganan yang diberikan kepada sejumlah barang berbeda-beda,” ujarnya.
Jika hal tersebut terlaksana, ujarnya, maka akan tercipta efisiensi. Menurutnya, kombinasi antara pemerintah dengan pihak swasta dalam merancang sistem logistik daerah sangat dibutuhkan. Karena, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berimbas langsung pada aktivitas pelaku usaha.