Pertemuan tahunan ke-12 Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) 2014 di Kuala Lumpur, pekan lalu, salah satunya menyoroti isu stok karbon di lahan HCS (High Carbon Stock) bagi pembukaan kebun sawit. Berikut beberapa laporan wartawan Bisnis, Rustam Agus. |
Bisnis.com, JAKARTA--Tak bisa dipungkiri pesatnya pertumbuhan industri minyak sawit (crude palm oil/CPO) diikuti dengan tingginya pembukaan lahan dan kawasan hutan untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit berikut infrastrukturnya.
Konversi lahan yang terus dilakukan untuk pembukaan perkebunan sawit tentu membawa konsekuensi makin meluasnya kawasan hutan yang hilang sekaligus memicu terjadinya kerusakan lahan dan lingkungan hingga berdampak serius terhadap perubahan iklm dan pemanasan global.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Environment Programme (UNEP) memperhitungkan bahwa pembukaan kawasan hutan menyumbang hampir 20% dari emisi gas rumah kaca global.
Jumlah itu sama dengan emisi gas yang dihasilkan sektor transportasi dan sektor energi global.
Itu sebabnya kesadaran atas ancaman kerusakan hutan dan lingkungan yang ikut memicu perubahan iklim dan pemanasan global, sepatutnya terus dibangun di kalangan pemangku kepentingan (stakeholders) industri sawit global.
Tak sedikt kajian dan laporan berkala dari berbagai pihak termasuk kalangan LSM lokal maupun NGO internasional yang memaparkan dampak buruk kerusakan alam dan lingkungan akibat eksploitasi berlebihan atas kawasan hutan termasuk oleh industri sawit.
Di sisi lain, tekanan pasar global juga mengharuskan industri sawit untuk mematuhi kaidah dan prinsip global tentang pengelolaan industri yang ramah lingkungan dan konsep ekonomi hijau meski kerap ditumpangi isu persaingan dagang, tekanan harga jual, dan sebagainya.
Jika disimak, 'kesadaran' pelaku industri sawit untuk menerapkan konsep ekonomi hijau dan prinsip pengelolaan yang ramah lingkungan, sudah mulai tumbuh setidaknya dalam beberapa tahun terakhir.
Semangat itu, juga digalang melalui berbagai wadah kerja sama dan forum komunikasi stakeholders industri sawit semacam RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan lainnya.
Konsep dan panduan pengelolaan industri sawit yang sudah memperhitungkan potensi dan dampak kerusakan lingkungan, terus diperbaiki dan disempurnakan.
Sejumlah prinsip dan standar pengelolaan itu dirumuskan dan disepakati untuk diterapkan baik secara wajib maupun sukarela guna meminimalisasi potensi kerusakan alam lingkungan dan emisi gas rumah kaca yang memicu pemanasan global.
Berbagai konsep dan upaya penyempurnaan tersebut pada ujungnya bermaksud untuk menghadirkan industri sawit yang lestari dan sustainable. Lantas apa berikutnya?
What Next? Itulah tema fokus pertemuan tahunan RSPO ke 12 di Kuala Lumpur tahun ini.
BACA JUGA:
Industri Sawit Lestari (II): Saatnya Peduli Stok Karbon Hutan
Industri Sawit Lestari (III): Menunggu Hasil Studi Komprehensif HCS
Industri Sawit Lestari (IV): Studi HCS Jadi Dasar Teknis Buka Lahan